20/03/14

Dressing Room STORY



Malam ini pertunjukan yang sesungguhnya akan digelar dan disiarkan secara langsung di televisi. Semua artis dan para liaison officer-nya masing-masing sudah berada di gedung pertunjukan. Semua tampak hiruk pikuk mempersiapkan ini dan itu, mengerjakan ini dan itu.

Mengingat 'anak asuh' saya suka hilang tiba-tiba, maka kali ini saya memberi pengawasan ketat. Kan nggak lucu pas sudah giliran mereka yang akan tampil, tiba-tiba hilang satu persatu kayak kemarin. Saya benar-benar bertahan di dressing room mengawasi bule-bule Australia yang kece-kece ini. 

Tetapi dasar anak-anak cowok, pasti tidak bisa diam. Ada saja salah satu dari mereka bergerilya kesana kemari. Yang keluyuran di sekitar dressing room masih bisa saya handle, karena saya akan mengawasinya kemana dia melangkah tanpa dia sadari. Ke toilet aja saya ikuti, saya sampai harus pura-pura pipis juga agar tidak ketahuan kalau saya sedang mengawasi dia. Saya sama sekali nggak berani membayangkan kalau misalnya dia pergi ke toilet, terus nggak pulang-pulang. Pokoknya saya benar-benar seperti spionase.

Yang bikin kacau adalah kalau tiba-tiba mereka semua keluar dari dressing room, lalu berpencar satu persatu menuju ke delapan arah mata angin. Satu menuju pantry, satu menuju toilet, satu lagi menuju backstage untuk melihat artis lain yang lagi latihan. Aduhhhh, bagaimana ini? Tangan saya cuma dua!

Ketika Trent pergi ke pantry, maka dia akan saya cekoki makanan ini dan itu supaya dia sibuk makan,  sehingga dia akan stay disitu sampai saya kembali. Begitu saya yakin dia akan berada di pantri dalam durasi sepuluh menit, saya akan berlari ke backstage untuk memastikan Julian benar-benar ada disana. Untungnya Julian ini bukan type yang pecicilan, dia kalau sudah berdiri di satu tempat untuk menonton atau memperhatikan sesuatu, dia akan tetap berdiri disitu sampai besok lusa, tak bergerak-bergerak sama sekali. Beda dengan Will. Walaupun Will matanya fokus menonton atau memperhatikan sesuatu, tetapi kakinya jalan terus kemana-mana, sampai ke Bogor dan Cilacap.

Ajaibnya, meskipun kalau di hotel Zach adalah satu-satunya yang paling sering menghilang, bahkan sempat beberapa kali melarikan diri keluar dari hotel keliling Jakarta, dan hampir tersesat karena tidak tau jalan pulang, tetapi saya melihat selama di venue ini dia cukup punya pengertian. Dia sepertinya memperhatikan bagaimana kalang kabutnya saya mengawasi anak-anak yang lain. Mungkin itu sebabnya Zach berubah menjadi lebih jinak, lebih memilih stay di dressing room tanpa keluyuran kemana-mana, sambil tidur-tidur ayam. Jayden juga lumayan jinak, daripada jalan kesana kemari, dia lebih suka stay di dressing room sambil bermain komputer atau mengajak saya ngobrol dalam bahasa Indonesia.

Bukannya sombong ya, tapi saya yakin kalau teman-teman Liaison Officer untuk artis lain pasti tidak sekalang kabut saya, karena rata-rata mereka hanya mengawasi dan mengurusi satu orang artis saja. Lha saya? Lima ekor, man! Lincah-lincah pula semuanya. Tetapi terus terang, tidak pernah terbersit dalam hati saya untuk mengeluh. Meskipun saya kadang lelah, tetapi saya sangat menikmati dan mensyukuri pekerjaan ini. Apa ya, karena ini bukan pekerjaan yang gampang dan juga ini tanggung jawabnya besar, jadinya menjalaninya juga seru.

Saya paling suka kalau sang manajernya ada di dressing room, karena otomatis semua anak-anak The Collective akan ngumpul semuanya. Ada aja hal-hal yang dibicarakan sang manajer dengan anak-anak didiknya itu. Kadang bukan sesuatu yang penting sih, tetapi kalau sang manager ini sudah ngomong, maka anak-anak The Collective akan mendengarkan dengan serius, seperti anak-anak kecil mendengarkan dongeng. Kadang saking serius pembicaraan manajer dan artisnya ini, saya sering sungkan dan memilih untuk menyingkir sejenak dari dressing room untuk memberi mereka ruang privacy.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar