05/03/14

AIR SODA - Langka Tapi Tak Menggoda




Langka dan unik, tetapi justru terlupakan. Itu adalah gambaran yang tepat untuk menggambarkan mata air soda yang hanya ada di dua lokasi di dunia, yaitu di Venezuela (Amerika Selatan) dan Tarutung (Sumatera Utara). Kenapa saya bilang terlupakan? Karena setelah saya browsing mengenai kedua lokasi yang seharusnya bisa menjadi objek wisata ini, informasi yang saya dapatkan malah sangat sedikit. Sudah sedikit, seragam pula. 

Sepertinya semua penulisnya sama-sama copy paste dari sumber yang sama. Bahkan untuk informasi mengenai mata air soda yang di Venezuela, saya hanya mendapat informasi ala kadarnya. Hanya sebaris kalimat kalau mata air soda ini terletak di Venezuela. Itu saja. Tidak jelas diinformasikan di sebelah mananya Venezuela, karena saya yakin Venezuela ini bukan nama kecamatan atau kelurahan, karena pasti terbagi-bagi juga dalam berbagai wilayah dan distrik.

Tetapi kalau mengenai mata air soda yang di Tarutung, saya jelas bisa menjelaskannya pada anda. Bahkan saking tau lokasi ini, saya bisa menjelaskannya sambil tutup mata dan tanpa membaca script.

Saya dibikin, dikandung dan dilahirkan di Tarutung. Lalu kemudian saya tumbuh dan mekar di Tarutung mulai dari SD sampai SMA. Lulus SMA pada usia 16 tahun, saya pindah ke Medan untuk belajar mandiri seperti remaja-remaja di Amerika dan Eropa. Tapi bohong. Sebenarnya saya pindah ke Medan untuk kuliah, dan sampai tamat saya masih dibiayai orangtua. OK-lah, balik lagi ke topik semula.

Sejak kecil saya sudah akrab dengan mata air soda ini. Di Tarutung mata air ini dikenal dengan nama Aek Rara. Dalam bahasa Batak, Aek Rara artinya air yang merah. Kalau dilihat dengan mata, mata air yang dibuat berbentuk kolam dengan bentuk yang random ini memang terlihat merah. Tetapi sebenarnya bukan airnya yang merah, tetapi tanah di dasar dan yang menjadi dinding kolam yang berwarna merah akibat kadar soda dalam air.

Banyak cerita dan mitos yang saya dengar yang berhubungan dengan mata air ini. Salah satu dari mitos dan cerita yang saya dengar adalah mata air ini sudah eksis sejak zaman penjajahan Jepang. Dulu mata air ini masih berupa mata air biasa, belum ber-soda-ria. Jadi saat tentara Jepang ingin mandi di mata air ini, mereka melihat banyak ular berenang-renang di genangan mata air, mungkin latihan gymnastic swimming untuk ikut Olimpiade. 

Namanya manusia dan ular kan tidak mungkin berenang bersama, maka para tentara Jepang ini mencoba menghalau ular supaya pergi, maksudnya supaya bergantian menggunakan mata air. Mungkin para ular ini keturunan ular yang bandel, mereka tidak mau pergi dan malah menantang berkelahi. Maka tentara Jepang menembaki para ular ini, sehingga kemudian genangan air berubah menjadi berwarna merah akibat darah ular.

Cerita yang kedua adalah masih berhubungan dengan tentara Jepang. Konon katanya setiap kali pesawat patroli Jepang terbang tepat di atas sebuah lokasi, maka pesawat tersebut pasti jatuh. Kejadian ini membuat tentara Jepang curiga dengan apa yang terjadi dibawah sana. Setelah diperiksa, ternyata pesawat selalu jatuh jika terbang tepat di atas mata air tersebut. Kemudian mata air tersebut disakralkan karena dianggap punya kekuatan. Lahan yang tadinya berupa hutan, kemudian dirambah menjadi pemukiman warga.

Akibat cerita benda jatuh itu, mungkin dulu banyak juga gadis-gadis yang menanti harap-harap bergairah di pinggir kolam, berharap ada Superman atau Batman jatuh. Lumayan buat jodoh.

Cerita ketiga adalah cerita yang lebih masuk akal menurut saya. Ada seorang bidan yang menemukan mata air ini saat sedang jalan sore-sore. Jalan sore-sore kok ke hutan ya? Suka-suka dia dong! Kemudian dia menemukan mata air yang mengeluarkan banyak gelembung air seperti air soda. Setelah yakin itu bukan mata air biasa, maka sang bidan membuatkan kolam ala kadarnya untuk menampung air soda tersebut agar bisa digunakan untuk mandi atau sekedar kecipak-kecipung.

Saya sendiri waktu kecil sudah sering bermain-main kesana. Biasanya sepulang sekolah karena kebetulan teman-teman sekolah saya banyak yang rumahnya dekat dengan lokasi mata air soda tersebut, nama persis lokasinya adalah Parbubu. Jika ada yang mengatakan kepada anda bahwa air soda ini rasanya persis seperti rasa softdrink, jangan percaya. 

Saya sudah pernah iseng mencicipi airnya dan rasanya sungguh perpaduan antara rasa kutu kupret bercampur pipis anak-anak. Saya pikir banyak orang yang salah kaprah dengan sebutan air soda ini. Memang wujudnya seperti air soda, misalnya saat kita mencelupkan anggota tubuh ke dalam air, maka akan muncul gelembung-gelembung menyerupai gelembung-gelembung seperti yang sering kita lihat dalam gelas berisi bir atau softdrink serta memberi efek sengat-sengat nikmat. Jadi sodanya hanya sebatas wujud saja, tetapi rasanya sama sekali bukan rasa air soda. Mungkin kalau dicampur gula dan di-fermentasi selama beberapa hari, mungkin rasanya akan sama. 

Anda mau mencobanya? Silahkan! Saya sih ogah.

Lokasi mata air soda ini sendiri sebenarnya sangat mendukung. Karena saat kita berendam, pemandangan sekeliling kita adalah deretan gunung-gunung hijau, sementara sebelah kanan kiri kolam adalah persawahan yang menghampar kuning atau hijau, tergantung musim. Apakah musim tanam atau musim panen.

Letak kolam juga persis berada di pinggir jalan raya yang menuju Hutapea. Dulu saya dan teman-teman cuek saja mandi telanjang di area terbuka seperti itu dan ditonton gadis-gadis. Namanya juga masih anak-anak, belum berbulu dan belum tau malu. Coba kalau sekarang? Ayo!

Masuk ke dalam area kolam (seingat saya) tidak dipungut bayaran karena dianggap milik umum. Pihak pengelola hanya menyediakan tempat makan dan minum saja untuk pengunjung yang kelaparan setelah berendam selama beberapa lama. Istilahnya, hanya sebatas dijadikan tempat usaha, bukan di-eksploitasi.

Konon katanya air soda ini juga manjur menyembuhkan segala macam penyakit kulit. Saya tentu saja belum pernah membuktikannya karena saya belum pernah mengidap penyakit kulit. Tetapi mitos ini jelas membuat saya sedikit ngeri. Itu sebabnya saat musim liburan, saya tidak mau mandi di air soda ini karena pada saat itu air kolam pasti penuh dengan pengunjung dari berbagai penjuru dengan penyakit kulit masing-masing dan berharap bisa disembuhkan. Setelah beberapa hari berlalu, saya baru berani kembali ke tempat itu. Karena pada saat itu air kolam sudah 1000% berganti dengan air yang baru. 

Ya, air soda ini mengalir terus dengan sistem meluap. Mata air berasal dari bawah terus memproduksi air yang baru, sementara air yang lama dibagian permukaan akan meluap dari kolam dan tumpah keluar kolam. Jadi tidak perlu takut akan tercemar penyakit kulit warisan dan cideramata dari pengguna kolam sebelumnya.

Efek samping mata air soda ini? Tentu saja ada. Selain membuat mata pedih jenderal (jika mata terkena air soda), juga bisa membuat gigi berkarat (jika gigi terlalu lama terekpos air kolam). Dulu hampir semua teman-teman saya yang rumahnya dekat mata air soda ini giginya berwarna abu-abu kelambu. Mungkin karena terlalu sering menceburkan diri ke dalam air soda pada pagi, siang dan sore. Tetapi tetap mengherankan buat saya, kenapa bisa kena gigi? Mungkinkah mereka berenang sambil nyengir-nyengir? Entahlah!

Seperti umumnya wilayah-wilayah lain di Indonesia, disini juga masih dijaga sisi kearifan lokalnya. Misalnya di lokasi ini tidak boleh memaki atau mengucapkan kata-kata kotor, bahkan memaki di dalam hati-pun tidak boleh. Padahal sebenarnya bukan cuma disini yang tidak boleh memaki atau mengucapkan kata-kata kotor, tetapi dimana saja-pun tidak boleh toh? 

Itu sebabnya dulu teman-teman saya yang berandalan dan tukang maki anak orang harus mati-matian menahan nafsu untuk tidak memaki, lalu kemudian memuaskannya di tempat lain di hadapan pohon belimbing.

Satu hal lagi, dilarang mandi telanjang alias bugil hura-hura. Saya pikir siapa juga yang mau berenang bugil di area terbuka, di tepi jalan raya dan ditengah pemukiman penduduk seperti ini?

Tahun lalu, saat sedang mudik, saya sempat melewati lokasi ini secara sekelebat. Belum ada perubahan berarti. Segala sesuatunya masih ala kadarnya, mulai dari bentuk kolam, kamar mandi dan eksterior lokasi. Sama sekali tidak merepresentasikan sebuah lokasi yang layak untuk menjadi objek wisata. Padahal kalau didaya gunakan secara maksimal, ini akan menjadi daya tarik wisatawan yang menjanjikan untuk Tarutung. Apalagi mata air soda ini tidak ada dimana-mana di seluruh dunia, hanya ada di Tarutung dan Venezuela.

Teman-teman saya saat browsing sering tiba-tiba bertanya kepada saya apakah benar ada air soda di Tarutung sebagai salah satu dari yang hanya ada dua di seluruh dunia? Saya saya mengiyakan, mereka akan mencecar saya dengan pertanyaan “kenapa tidak terkenal? kenapa tidak pernah ada rekomendasi mengenai hal ini? kenapa begini? kenapa begitu?”. Ya karena memang mata air yang unik ini tidak ditangani dengan serius dan profesional sebagaimana layaknya tempat wisata. 

Tidak pernah ada informasi yang menjelaskan mengenai tempat wisata ini secara informatif, detail dan persuasif yang menggoda pembaca untuk mengunjunginya. Doakan saja saya cepat-cepat dapat harta, tahta dan wanita (baca: kesempatan untuk berbuat sesuatu) supaya nanti saya bisa menjadikannya menjadi tempat wisata yang indah permai dan layak dikunjungi orang-orang dari seluruh dunia.

Mengapa air terjun Niagara bisa begitu terkenal dan mendunia? Padahal di Balige (satu jam perjalanan dari Tarutung) banyak terdapat air terjun yang tak kalah eksotisnya, bahkan dengan bonus penampakan hantu-hantu pada jam-jam tertentu. 

Masalahnya terletak pada inisyatif pemerintah setempat untuk mengoptimalkan sumber daya. Semua dibiarkan ala kadarnya saja, tidak tergerak untuk berbuat sesuatu yang bertujuan untuk menarik lebih banyak lagi minat dari pengunjung dengan strata sosial dan kota asal yang lebih luas.


Dan sepertinya, mata air soda di Venezuela juga mengalami hal yang sama. Tetapi setidaknya masih mending, karena menurut teman saya yang sering traveling, saat traveling ke Venezuela mata air soda ini masuk dalam paket wisata, tetapi tidak terlalu direkomendasikan. Entah kenapa?
Share: