19/03/14

JAMES BOND Naik Metromini




Sebagai warga Jakarta yang mobilisasinya aktif, apalagi pengguna angkutan umum seperti saya, musuh saya itu banyak di jalan raya. Bukannya saya senang cari musuh, tetapi musuh-musuh saya ini tumbuh seiring waktu tanpa bisa saya hindari. Musuh saya di jalan raya bukan hanya pengendara motor yang suka nyenggol dan naik ke trotoar. Bukan pula hanya pencopet dan pengamen esktim. Ada satu lagi jenis musuh yang sangat pantas saya sebut sebagai musuh dalam selimut. 

Kenapa musuh dalam selimut? Karena saya sudah tau dia musuh saya, tetapi tetap saja saya membutuhkan dia. Dia adalah sopir Metromini.

Saat masih kerja kantoran dikawasan Jakarta Barat, Metromini adalah tunggangan saya setiap hari. Metromini adalah benda yang sering ‘menyelamatkan’ saya dari keterlambatan masuk kerja karena bisa ngebut berkelok-kelok dengan lincah, naik pembatas jalan sampai balik arah seenak perutnya. 

Kalau ketemu macet, Metromini juga termasuk kendaraan yang pede luar biasa putar balik arah sehingga merepotkan kendaraan dikanan kiri dan belakang untuk mencari jalan alternatif. Metromini jika melihat Metromini lain (dengan trayek yang sama ) di depan sana, maka akan langsung kesetanan melaju. Sopirnya tancap gas dan terjadilah balapan liar antara sesama Metromini. Untuk tujuan apalagi kalau bukan untuk rebutan penumpang fiktif di depan sana yang belum jelas apakah ada penumpang atau tidak, yang penting balapan dulu.

Sopirnya dan orang-orang di jalan raya mungkin melihatnya balapan ini seru, tetapi bagaimana dengan penumpang didalam Metromini? Ini adalah hal yang sangat jarang dipikirkan oleh sopir Metromini. Kadang dia lupa bahwa dia membawa penumpang berwujud manusia, bukan tumpukan duren atau kubis, sehingga dia dengan seenaknya meliuk-liuk dijalan raya dengan kecepatan luar biasa sambil sesekali rem mendadak. Aksi seperti ini tentu saja membuat penumpang senam jantung dan cari pegangan sambil berdoa, atau mungkin ada yang langsung menulis surat wasiat.

Saya sendiri setiap naik Metromini membuat saya merasa bahwa saya adalah James Bond. Aksi kejar-kejaran sudah dimulai sejak saya belum naik Metromini. Mungkin banyak yang tidak tau bahwa Metromini tidak berhenti kecuali kalau sedang parkir atau mogok. Jadi ketika anda melambai untuk memberhentikan Metromini, jangan harap Metromini akan berhenti manis di depan anda, lalu sang kondektur akan membimbing anda naik seperti layaknya seorang pangeran membimbing puteri dambaan hati naik kereta kencana seperti di cerita-cerita dongeng karya Hans Christian Anderson. Sama sekali tidak! 

Metromini memang akan menghampiri anda, menghampiri dengan kecepatan penuh sehingga rasanya akan menabrak anda. Saat sudah mendekati anda, Metromini akan sedikit memperlahan lajunya. Ya, hanya memperlahan laju tetapi tidak akan berhenti. Jadi anda harus punya kuda-kuda yang kuat untuk bisa meloncat ke dalam Metromini yang masih melaju. Syukur-syukur di dalam Metromini anda masih menemukan tempat duduk kosong. Kalau tidak, maka anda akan berdiri sampai tempat tujuan. Kalau cuma sekedar berdiri tentu saja bukan masalah, tetapi berdiri juga mengundang petaka.

Namanya juga Metromini,kondekturnya akan menjejali Metromini dengan penumpang sebanyak mungkin. Pokoknya selama masih ada ruang kosong dan penumpang belum saling nempel, maka penumpang akan terus disedot masuk. Nah penumpang berjubel ini yang mendatangkan masalah karena sangat rentan dengan kejahatan seperti copet dan pelecehan seksual. 

Saat berdesak-desakan rapat bagai ikan pindang seperti itu akan sangat susah melihat gerak-gerik yang mencurigakan. Dan jangan salah, korban pelecehan seksual tidak melulu dari kaum perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Pelakunya tentu saja laki-laki. Kalau pelakunya perempuan sih bukan pelecehan seksual namanya. tetapi suka sama suka. 

Kadang saat Metromini mulai balap-balapan, penumpang yang berjenis kelamin ibu-ibu biasanya mulai resah sambil baca-baca doa. Kalau saya biasanya berharap ada penjahat yang sedang menjaga keseimbangan berdiri di atas atap Metromini. Lalu saya memanjat lewat jendela Metromini, merayap sampai ke atas, lalu kami berkelahi di atas Metromini yang sedang melaju kencang itu. Kan saya tadi sudah bilang kalau naik Metromini membuat saya merasa seperti James Bond.

Begitu sampai di tempat tujuan, bukan berarti urusan dengan Metromini selesai. Turun dari Metromini sama susahnya dengan naik Metromini. Meski anda sudah seperti kesurupan berteriak minta turun, Metromini memang akan memperlahan lajunya tetapi sama sekali tidak berhenti. Lagi-lagi anda harus punya kuda-kuda yang kuat. Sehingga ketika anda meloncat turun dari Metromini, anda masih bisa menjaga keseimbangan anda sehingga anda tidak perlu terpelanting masuk got yang bisa membuat anda jadi tontonan bahkan bahan tertawaan orang-orang di jalan raya. Tentu kejadian seperti ini akan membuat martabat anda hancur berkeping.

Pengalaman saya waktu masih awal-awal mengenal Metromini, turun dari Metromini tanpa keseimbangan yang mumpuni, saya jatuh ke pelukan tukang roti yang kebetulan nongkrong di tempat Metromini biasa ‘menjatuhkan’ penumpangnya. Kalau sekarang sih saya sudah ahli, saya bahkan bisa meloncat turun dari Metromini dengan mata tertutup dan sedikit salto-salto lalu mendarat dengan elegan duduk di sebelah Ratu Inggris.

Tidak berlebihan jika saya bilang naik Metromini itu ibarat bertaruh nyawa, rasanya seperti kiamat sudah dekat. Ah, kalau ini sih terlalu berlebihan ya? Tetapi memang Metromini ini adalah salah satu alternatif buat anda yang butuh olahraga jantung. Kayak naik pesawat tempur yang bisa mundur dan ngerem mendadak. Saya rasa karena tidak punya pilihan makanya orang-orang naik Metromini. Karena selain tidak nyaman, keselamatan juga sangat ala kadarnya. 

Saya yakin sopir Metromini ini mendapatkan SIM-nya bukan dengan cara yang wajar, atau malah jangan-jangan banyak yang tidak punya SIM. Karena melihat cara mereka mengemudikan kendaraan yang sangat amat tidak beretika dan mengabaikan keselamatan. Bukan hanya keselamatan penumpangnya, tetapi juga keselamatan orang-orang dijalan raya dan pengendara lainnya dengan naluri pembalap liarnya. 

Ketika saya membaca berita di koran tentang Metromini yang tabrakan dengan ini dan itu, saya cuma bisa menghela nafas karena saya yakin ini tidak akan menjadi kejadian yang terakhir. Jadi ketika masih banyak warga Jakarta yang memilih menggunakan kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum, saya bisa maklum.

Doakan kami para pengguna Metromini ini ya agar kami senantiasa selamat dalam perjalanan, dan semoga sopir-sopir Metromini diberi hidayah. Amin...


Share: