Mama
saya adalah warga negara Indonesia yang baik. Seingat saya, Mama saya ini tak
pernah sekalipun absen ikut nyontreng atau nyoblos setiap kali Pemilu diadakan.
Pada hari pelaksanaan Pemilu, pagi-pagi Mama sudah biasanya sudah
menyiapkan segala pekerjaan rumah
tangga, lalu berdandan dengan rapi, lalu pergi ke TPS sambil bersenandung penuh
semangat. Bukan lagu Bangun Pemuda-Pemudi sih, tetapi salah satu lagu Batak
legendaris: Lissoy-Lissoy!
Saat
masih kecil, saya memang tidak terlalu peduli politik dan Pemilu, tetapi saya
selalu penasaran apa sih gunanya Pemilu. Dulu Mama bilang kalau Pemilu adalah
cara kita untuk menentukan siapa Presiden. Saya tanya bagaimana caranya? Mama
menjelaskan bahwa ada berbagai gambar yang harus ditandai (saya sudah lupa,
apakah pada zaman itu lambang partai dicontreng atau dicoblos). Hanya boleh
pilih satu saja.
Itu
sebabnya, setiap kali Mama baru pulang dari TPS, saya akan selalu bertanya “Mama
tadi pilih apa?”. Mama akan segera menjawab “Husss, nggak boleh tau”
“Kenapa?”
“Karena
itu rahasia”
“Kenapa
rahasia?”
“Nanti
kamu akan mempelajarinya di sekolah”
Begitu
terus, sampai beberapa kali Pemilu, setiap kali saya tanya, jawaban Mama masih
sama “Husss, itu rahasia”.
Namun
semua berubah sejak Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI. Mama saya
yang notabene tinggal di Tarutung, malah ngebet pengen ikut pemilu Gubernur
DKI. Gimana ceritanya, coba?
“Dia
orangnya baik dan jujur, kelihatan dari wajahnya”, kata Mama saya. “Mudah-mudahan
nanti dia bisa jadi Presiden”. Jedderrrrrr!!!
“Kurus
kayak gitu mana bisa jadi Presiden”, sanggah saya cuek.
Dan
ketika kemudian Jokowi akhirnya benar-benar menjadi salah satu kandidat
Presiden 2014-2019, saya jadi tertarik ingin tau pendapat Mama. Jadi ketika ada
kesempatan ngobrol sama Mama, saya iseng menanyakannya.
“Bagus
deh kalo dia jadi Presiden”, jawab Mama antusias. “Kita memang butuh orang seperti
dia”
“Jadi
nanti Mama akan pilih dia saat Pemilu nanti”
“Iya”
“Kok
tumben langsung iya, biasanya kan rahasia-rahasiaan”
“Mama
senang lihat Jokowi. Orangnya ramah, baik dan berbaur dengan masyarakat. Mama
sekarang gak mau rahasia-rahasiaan lagi. Orang-orang harus tau kalo Mama
percaya dan akan memilih Jokowi, supaya mereka juga ikut memilih Jokowi”
“Ahhh,
ramah dan baik itu kan cuma kelihatan di TV aja. Aslinya belum tentu begitu”, pancing saya.
“Kamu
tau kan kalo naluri Mama nggak pernah salah dalam menilai orang?”.
Saya
terdiam. Iya juga sih. Sejak kecil, entah memiliki indra keenam atau tidak,
Mama saya memang paling jago dalam menebak dan menilai kepribadian orang hanya
dengan melihat wajah dan cara berbicaranya.
“Jadi Pemilu Pilpres nanti sudah mantap pilih
Jokowi?”
“Sudah.
Kamu juga ya kan?”
“Iya”
“Pilih
Jokowi juga?”
“Iya”
“Bagus”
“Tapi
selain Jokowi kan ada Prabowo juga sebagai calon Presiden”
“Mama
nggak kenal dia”
“Menantunya
Soeharto lho itu”
“Kalau
dia orang baik pasti sudah terkenal dari dulu”. Jedderrrrrr...
Begitulah
Mama saya. Tidak peduli apa kata orang, tidak akan tergoda kampanye hitam atau
bujuk rayu. Mama saya adalah wanita yang mengandalkan nalurinya yang memang
tidak pernah membohonginya. Saya bersyukur tidak harus berjibaku menjelaskan
panjang lebar kenapa harus memilih Jokowi sebagai Presiden. Karena syarat utama
menjadi Presiden versi Mama saya sederhana saja : baik dan jujur. Ya, sesederhana itu.
0 komentar:
Posting Komentar