16/02/18

Selamat Datang Kembali di BILLBOARD


Suka atau tidak, Amerika selalu saja menjadi kiblat musik dunia. Seorang penyanyi baru bisa dikatakan ‘sukses’ jika berhasil menembus industri musik Amerika. Katanya…

Sebenarnya ini sangat tidak adil. Kenapa harus Amerika yang hanya satu negara? Kenapa bukan Eropa atau Asia yang terdiri dari beberapa negara? Tetapi ya, begitulah.

Sejak masih menjadi penyanyi di Indonesia, saya sebagai penggemar sudah mendambakan penyanyi idola saya (saat itu) Anggun C. Sasmi bisa terkenal di Amerika. Obsesi yang setelah saya jika saya pikir-pikir sekarang ternyata memberi pengaruh positif buat diri saya yang dulu.

Masih kelas 5 SD, saya sudah sok komposer, menerjemahkan lagu Mimpi, Takut dan Bayang-Bayang Ilusi ke dalam bahasa Inggris dengan kemampuan bahasa Inggris yang acak-adut. Zaman dimana Tua Tua Keladi diterjemahkan menjadi Old Old Calladium. Kalau ingat masa-masa kelam itu, pengen bunuh diri rasanya

Plan A saya waktu itu adalah mengirim lirik tersebut ke produser Amerika dengan sedikit tulisan profil Anggun yang DITULIS PAKAI TANGAN. 

Berhubung saya tidak kenal satupun produser Amerika, maka saya switch to plan B: memprovokasi Anggun agar pergi ke Amerika, menyanyikan lagu Bayang-Bayang Ilusi versi Inggris (yang saya tulis sendiri). Nyanyinya di Gedung Putih pula.
Cara provokasinya?  Kirim surat yang DITULIS PAKAI TANGAN.

Ya, imajinasi masa kanak-kanak saya saat itu memang belum mengenal birokrasi dan kompleksitas. Saya kala itu mengira, kalau mau terkenal di Amerika, tinggal datang saja dan nyanyi. Udah, langsung terkenal.

Jadi bisa dibilang, go internasional itu bukan hanya cita-cita Anggun saja, tetapi cita-cita saya juga.

Dari kecil abang-abang saya menjejeli telinga saya dengan lagu-lagu Nazareth, Scoprions, Manfred Mann, Bee Gees, The Beatles. Jadi referensi musik saya dulu lebih condong ke musik luar negeri. Anggun satu-satunya penyanyi yang saya ngefans secara murni, tanpa dipengaruhi atau dijejelin orang lain dulu supaya suka. 
Karena itu juga itulah saya kemudian mendamba Anggun menjadi penyanyi seperti band yang sering saya dengarkan dulu : menyanyi dalam Bahasa Inggris.

Berbicara mengenai Amrika sebagai kiblat musik dunia, tentu ada barometernya, apakah itu chart atau award. Chart lebih cenderung berorientasi terhadap kepopuleran lagu, misalnya karena paling banyak atau paling sering di-request oleh pendengar (radio) atau pemirsa (televisi). Sementara award lebih ke area sisi komersil dalam bentuk penjualan terbaik atau terbanyak, bisa juga pada mengacu pada kwalitas dan komposisi yang kadang tidak ada hubungannya dengan sisi komersil. Kadang sih, tidak selalu mutlak. Aduhhh, saya bukan panitia award-award'an sih ya. Jadi nggak terlalu ngerti. Maafkan, Halimah...

Makanya sekitar tahun 1999, ketika mendengar kabar dari VJ MTV bahwa lagu Anggun sedang menanjak di chart Billboard, rasa bangga bin geregetannya minta ampun. Geregetan karena hanya bisa mendengar kabarnya. Maklumlah, saat itu masih termasuk era di mana internet masih langka dan mahal. Sudah mahal, belum tentu juga ada informasinya di internet, karena pada saat yang sama media cetak masih lebih meraja dibanding media online. Beli majalah Billboard langsung dari Amerika?, bangkrut dong perusahaan.

Akhirnya hanya bisa rajin ke toko-toko buku berburu majalah dan koran terbitan Indonesia dan Singapura yang mungkin menulis artikel tentang kiprah Anggun di Amerika. Kebetulan pas nemu artikelnya di majalah Aneka Yess dan Asiaweek, senangnya minta ampun. Lalu ketuk-ketuk pintu tetangga satu persatu untuk ngabarin. Reseh ya?!

Anggun sendiri dari awal memang tidak pernah bermimpi untuk menaklukkan Amerika, dia lebih memilih Eropa. Itu sebabnya dia memilih Inggris sebagai pendaratan pertama, lalu ke Belanda yang ternyata batal karena terlanjur cinta dengan Prancis.

Tetapi toh tanpa mimpi, Anggun tetap bisa menerobos industri musik Amerika. Tanggal 26 Mei 1998, album berjudul ANGGUN dengan single hits SNOW ON THE SAHARA dan A ROSE IN THE WIND resmi beredar di Amerika dengan label Epic Record, label yang juga menaungi nama-nama besar kala itu seperti: Michael Jackson, Celine Dion, Mariah Carey, dll.

Lagu SNOW ON THE SAHARA juga berhasil mencapai posisi tertingginya di Top 20 Billboard Dance Club, yakni peringkat 16 setelah sebelumnya merangkak dari bawah selama beberapa pekan.

Menembus chart musik Amerika sekelas Billboard memang tidak mudah. Buktinya Anggun butuh 20 tahun lagi untuk kembali menorehkan namanya di chart yang sama lewat lagu WHAT WE REMEMBER (dari album berjudul 8). Tidak tanggung-tanggung, setelah bertahan selama 7 pekan  di tangga lagu tersebut, Anggun berhasil menyeruak menembus Top 10, walaupun pekan sebelumnya sempat turun satu peringkat dari nomor 12 ke nomor 13.

“Dari dulu saya memang tidak punya American dream. Tetapi bukan berarti saya tidak punya keinginan menembus industri musik Amerika”, ujar Anggun kala itu. "Toh album saya beredar di sana dan masuk chart Amerika tanpa saya harus di-setting menjadi the girl next door yang sama sekali bukan karakter saya yang sesungguhnya".

Dan Anggun memang serius dengan pernyataannya. Buktinya saat promo tour album debutnya di Amerika, dia rela tinggal selama sembilan bulan, ikut tour keliling Amerika dan tampil di acara TV Amerika, yang sempat membuat beberapa selebriti Amerika kepincut dengan sosok unik Anggun, seperti Diana King, Sarah Mc.Lahlan, Tony Braxton, Pamela Anderson dll.

Dan mungkin tahun ini angka 8 adalah angka keberuntungan Anggun. Di pekan ke-8 bertahan di Billboard, lagu Anggun berhasil menapak dua peringkat menjadi peringkat 8, jauh melampaui prestasi SNOW ON THE SAHARA 20 tahun yang lalu.

Billboard Dance Club chart sendiri seperti namanya "dance club' adalah chart khusus lagu-lagu yang sudah remix sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan penggemar musik dansa. Saya sendiri bukan penggemar jenis musik seperti ini, musik asli yang dipermak menjadi musik ajeb-ajeb, jadi tidak terlalu mengikuti alur dari chart ini.
Yang saya tau, lagu yang berhasil masuk ke chart ini adalah lagu-lagu yang paling banyak dimainkan oleh para Disc Jockey (DJ) di club atau radio-radio yang khusus memutar dan punya segmen lagu-lagu dance.

Tentu saja dimainkan berdasarkan prediksi sang DJ yang menilai musik tersebut potensial untuk menarik perhatian penikmat musik dansa. Selain itu, juga ditentukan oleh request dari pendengar atau penikmat musik tersebut. Namanya juga bisnis hiburan, tidak mungkin DJ atau Music Director (MD) merekomendasikan musik yang tidak sesuai dengan audiens mereka. Dan ketika sudah direkomendasikan, ternyata peminatnya banyak, maka sudah dipastikan akan masuk ke chart. Sama saja sih dengan chart musik pada umumnya, cuma beda segmentasi saja.

Billboard juga punya chart khusus untuk lagu-lagu yang kiblatnya ke banyak penjualan single dan album. Saya dengar penyanyi Hip Hop Indonesia: Rich Brian, berhasil menembus chart khusus kategori ini: Billboard Top 100 Singles.

Waktu boleh berlalu, generasi pasti berganti. Namun, ibarat kupu-kupu yang telah sekian lama terbang tinggi, kepak sayap Anggun tak mengenal kata lelah atau patah. Justru semakin kuat terbang ikuti malam dan pagi.

Congrats, mbak Anggun!!!

Share:

0 komentar:

Posting Komentar