Musik sudah
menjadi bagian dari keseharian kita. Betul nggak? Melewati hari tanpa musik
rasanya seperti ada yang kurang. Ibarat makan pecel tanpa sambel kacang. Ya elahhh, analoginya jauh bener.
Musik adalah bagian dari seni. Dan pada hakekatnya
seni itu adalah sesuatu yang ada estetikanya, yang identik dengan keindahan. Jadi musik itu
seharusnya indah? Ya iya dong, masa ya iyalah? Konser musik aja digelar digedong, bukan disawah. Masih zaman ya kalimat begini hari gini? Bodo ah!
Pertanyaannya, apakah selama ini kita
cenderung mendengarkan musik yang ‘benar’ atau justru musik yang salah kaprah?
Pernah dengar
musik yang liriknya penuh dengan makian dan kata-kata kasar kan? Misalnya artis
A sengaja bikin lirik lagu yang maksudnya menyindir artis B. Atau seorang
penyanyi atau band yang bikin lagu dengan lirik yang rada-rada jorok, atau menghasut pendengarnya untuk melakukan
hal-hal cemen seperti seks bebas, narkoba, bunuh diri, dan lain-lain. Atau yang
paling cemen, lagu tentang sakitnya putus cinta. Eughhh, putus cinta aja kok
bangga? Atau tentang nikmatnya selingkuh? Eughh,
makin cemen. Selingkuh aja pake diumumin segala. Apa nggak cari mati namanya?
Seru sih lagu
dengan tema seperti itu, tetapi apakah lagu seperti itu mempenagruhi orang
untuk menjadi pribadi yang lebih baik. NO! Jujur saja, mereka
mungkin bisa main musik, tetapi tidak mengerti hakekat dari musik itu
sebenarnya apa? Musik yang indah itu tidak hanya masuk ketelinga, tetapi juga
masuk ke hati orang yang mendengarkan.
Boleh-boleh saja
menyindir kelakuan minus orang lain lewat musik, itu termasuk bagian dari
kreatifitas juga. Tetapi ada baiknya menyindir dengan menggunakan bahasa yang
lebih halus atau idiom cerdas. Ibaratnya, membuat seseorang basah kuyup kan
nggak harus nyiram pake air panas. Pake air dingin juga bisa.
Dulu Iwan
Fals pernah melakukannya. Tak tanggung-tanggung, beliau menyindir fenomena
buruk masa pemerintahan Orde Baru
zaman dulu. Orang-orang respek dengan bang Iwan karena
beliau menggunakan idiom dan kiasan yang halus, tetapi cukup menohok bagi yang merasa disindir.
Yang paling
gress, group band Slank juga melakukannya. Meski maksudnya menyindir pihak
tertentu, tetapi pilihan katanya yang tepat sehingga tidak terkesan personal attack. Hasilnya, musik mereka
tidak kehilangan estetika seninya
meski sebenarnya sedang nyinyirin orang atau golongan tertentu.
Jadi sebenarnya
musik yang baik itu seperti apa sih?
Seperti yang
diuraikan sebelumnya, musik adalah bagian dari seni. Seni itu adalah bagian
dari pelajaran. Nah, dengan menghubungkan antara musik, seni dan pelajaran,
maka musik bisa dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran.
Kok bisa? Ya
bisa dong, masa ya bisa kok. Kucing aja ngumpetnya di kolong, bukan di mangkok.
Pasti pernah
dong pas dengar musik, tiba-tiba kita merasa bahagia banget karena liriknya
seperti kasih pencerahan sama kita untuk menjadi optimis menghadapi hidup. Atau
lagu yang musiknya langsung bikin kita pengen serius bisa bermain musik. Atau
pas denger sebuah musik, tiba-tiba otak kita langsung jalan dan mikir ‘hmmm, kayaknya seru nich kalo video klipnya
kayak begini atau begitu’.
Jadi musik yang baik itu adalah musik yang bisa ‘menyentuh’ kita. Musik yang bisa membuat kita terinspirasi melakukan atau berpikir hal-hal yang positif. Musik
yang bisa mempengaruhi kita berubah menjadi lebih baik.
Sekali lagi,
musik tidak melulu hanya sebatas hiburan saja. Tetapi juga bisa bikin kita
menjadi cerdas atau kreatif.
So’ apakah selama ini kita
mengisi telinga kita dengan musik yang baik atau yang salah kaprah? Hati-hati lho, harus selektif.
0 komentar:
Posting Komentar