Catatan : Tulisan ini sudah pernah dimuat di Seputar Indonesia (2010)
Pasti sangat
menyenangkan menjadi seorang idola. Punya banyak penggemar dan selalu menjadi
pusat perhatian. Entah itu penyanyi, anggota group band, aktor/aktris, penulis, dan
lain-lain. Yang
jelas karir tersebut kita menjadi seseorang yang udah jadi selebriti, tajir
pula.
Tidak heran
banyak anak-anak muda yang bermimpi pengen jadi orang terkenal. Pokoknya jadi
idola deh, terserah mau profesinya apa. Soalnya kalau sudah jadi selebriti,
kesannya hidup itu indah melulu. Tak pernah kekurangan uang, tidak kelaparan,
punya banyak teman, diidolakan banyak orang dan hal-hal menyenangkan lainnya.
Tetapi
sebenernya menjadi seorang selebriti
atau idola itu tidak seindah itu lho. Menjadi seorang idola itu tanggung
jawabnya berat.
Menjadi seorang
idola, kita seperti punya tanggung jawab moral terhadap orang lain. Segala
macam sikap, perkataan kita menjadi sorotan. Salah-salah kata bisa diseret ke
pengadilan. Salah jawab pertanyaan bisa dituduh seleb yang tulalit. Salah
pergaulan bisa langsung dapat cap stempel ‘seleb nggak bener’. Dan semua itu
langsung terpampang di halaman depan media. Kesalahan kita langsung jadi breaking news se-Indonesia Raya. Mau
ditaruh dimana muka kita kalo sudah begitu kejadiannya?
Makanya diawal
ditegaskan bahwa menjadi selebriti itu ada tanggung jawab moralnya. Kita punya
fans yang mungkin secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh tindak
tanduk kita. Syukur kalau kita memberi isnpirasi atau pengaruh yang baik untuk
fans kita. Lha, kalau kelakuan kita aja nggak benar, terus ditiru sama fans kita, apa nggak berabe
judulnya? Hidup kok cuma bisa bikin orang lain susah.
Memang tidak
menyenangkan kalau segala macam tindak tanduk kita menjadi sorotan. Kesannya
kita itu tidak punya privasi, hidup kita bukan lagi milik kita, tetapi milik banyak
orang. Tetapi itu sudah menjadi harga mati ketika kita memilih untuk
menjadi selebriti. Makanya sebelum memutuskan untuk menjadi selebriti,
dipikir-pikir dulu deh sisi positif dan negatifnya.
Menjadi
selebriti juga ada jenisnya. Ada selebriti yang memang berprestasi, punya
portfolio yang bagus. Tetapi ada juga selebriti yang hanya sekedar ingin cari
sensasi yang kerjanya bikin kasus melulu. Pokoknya semua dilakukan, yang penting tetap eksis.
Kalau selebriti
yang berprestasi dihormati oleh masyarakat dan menjadi public’s sweetheart, maka selebriti yang gila sensasi pasti dicibir dan justru menjadi laughing stock masyarakat. Sayang banget
kalo hidup hanya menjadi bahan tertawaan, bikin malu anak dan cucu. Iya nggak
sih?
At least, orang-orang jangan sampai malu mengaku
sebagai fans kita. Soalnya sekarang kan banyak kasus artis A sebenernya fans-nya banyak. Setiap bikin album, menulis buku, atau
bikin acara selalu laris. Tetapi ketika di-survey, orang-orang justru malu ngaku kalo mereka ngefans sama dia.
Istilahnya, dia hanya sebagai guilty
pleasure saja karena orang justru merasa bersalah karena menyukainya.
Beda dengan
selebriti yang berprestasi atau yang enggak aneh-aneh. Fans-nya cenderung bangga mengaku kalo dia nge-fans banget sama idolanya itu. Bahkan pake diomongin segala dimana-mana.
Mulai dari ngerumpi dengan teman-teman, nulis di blog sampai corat-coret di dinding. Hahaha, saya jadi geli sendiri karena saya sering
melakukan ini.
Jadi kalau
misalnya kita pengen memasuki percaturan dunia selebriti, sudahkah kita punya
pilihan mau menjadi selebriti kategori
yang mana? Yang berprestasi atau yang hanya sekedar haus sensasi?