Tanggal 17
Agustus saban tahun kita peringati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. So what? Mungkin kita akan terbayang
ritual upacara bendera yang mungkin hanya sekedar rutinitas yang membosankan.
Yang kalo bisa milih, mending enggak usah dilakukan deh. Soalnya enggak ada fun-nya sama sekali. Cuma berbaris, nyanyi-nyanyi, hormat bendera,
trus udah...bubar.
Pernah lihat
liputan CNN tentang negara-negara yang sedang konflik nggak? Misalnya Lebanon,
Afganistan, Kosovo, Syria dkk. Kebayang nggak kalo misalnya Indonesia mengalami lagi masa-masa
seperti itu dimana desingan peluru udah kayak laler yang beterbangan di atas kepala.
Atau bunyi tembakan dan meriam yang sudah seperti layaknya bunyi gledek
menjelang hujan.
Dalam keadaan
seperti itu, tentu kita enggak bakal bisa melakukan hal-hal seperti yang
sekarang ini bisa kita lakukan. Misalnya, nonton film dibioskop, nonton konser musik, bikin blog, main game online, dan lain-lain. Boro-boro deh mikir mau pergi kemana hari ini atau
upacara, yang ada mungkin kita bakal ngumpet di kolong meja sepanjang
hari.
Jadi sebenarnya
kita sangat beruntung masih bisa melakukan upacara bendera, menyanyikan lagu
nasional dan menghormat bendera. Percaya deh, tidak semua negara di dunia ini yang
bisa melakukannya meski mereka sangat merindukannya.
Kita beruntung
banget negara kita dengan segala macam kekurangannya seperti pelanggaran HAM,
kesejahteraan rakyat yang terabaikan, pejabat negeri yang tekun (tekun korupsi maksudnya, bukan tekun
bekerja), at least kita masih bisa
melakukan sesuatu yang kita ingin lakukan tanpa harus takut mati konyol kena
peluru nyasar atau mendadak budek gara-gara letusan ledakan bom di depan hidung,
atau rustam rusdy (alias rusak
tampang & rusak body) gara-gara nginjak ranjau. Meski negara kita
sebenarnya enggak sesempurna yang kita harapkan, tetapi masih ada sisi lain dari negara ini yang
masih bisa kita syukuri.
Kembali lagi ke
momen 17 Agustus, tidak terasa kita sudah mau 69 tahun merdeka. Waktu yang cukup lama untuk
membuat kita lupa mahalnya harga sebuah kemerdekaan. Merdeka dari penjajahan
negara asing, tetapi belum tentu merdeka dari penjajahan bangsa sendiri.
Penjajahan zaman sekarang bukan lagi sekedar tanam paksa, kerja rodi atau Romusha seperti yang dilakukan bangsa
Belanda dan Jepang dulu terhadap bangsa kita.
Pejabat negara
yang korupsi dan tidak peduli sama kesejahteraan rakyat namanya apa coba kalau
bukan menjajah bangsa sendiri. Tetapi biarlah, kita bukan mau membahas soal itu
disini. Kalau memang oknum koruptor tidak juga sadar diri, ya itu derita dia.
Yang penting kita mikirin diri kita sendiri aja dulu bagaimana agar kita bisa
lebih baik daripada koruptor-koruptor laknat itu.
Ribuan pahlawan
kita dulu rela mempertaruhkan nyawa untuk mengusir penjajah, tentu tidak
berharap kita akan mengisi kemerdekaan dengan punya pacar lebih dari dua. Atau jadi
anak muda yang lebih memilih jadi preman daripada jadi salesman. Atau jadi
budak narkoba dan seks bebas, hamil
di luar nikah, aborsi, main sinetron, penonton bayaran acara-acara musik alay
dan lain-lain.
Tentu ribuan pahlawan
kita dulu lebih berharap kita menjadi anak muda yang cerdas, kritis dan optimis
menghadapi masa depan. Kalau dulu pahlawan kita berjuang menggunakan otot dan siasat, maka
perjuangan kita yang sekarang adalah menggunakan otak dan bakat.
Dulu mungkin
bangsa lain kepikiran ingin menjajah Indonesia karena dikira Indonesia itu
bangsa yang bodoh. Sekarang adalah tugas kita untuk semakin menunjukkan kepada
dunia bahwa kita bukan bangsa yang pantas dijajah atau dipandang sebelah mata. Pokoknya
seperti kasih statement ‘Jangan
macam-macam ya sama Indonesia!”. Daripada pusing mikirin Indonesia yang enggak
ngasih apa-apa sama kita, mending kita yang ngasih sesuatu sama Indonesia. Kan
lebih baik memberi daripada menerima?
0 komentar:
Posting Komentar