Pagi ini ada message masuk ke ponsel saya. Isinya : “Selamat, anda menang Kuis Rezeki Awal Tahun dan berhak atas hadiah
uang tunai 70 juta. Hubungi nomor berikut atau kunjungi website berikut untuk
pengambilan hadiah”. Yeahhh, right! Saya tutup posel saya. Tak lama
kemudian, posel saya berdering lagi, lagi-lagi ada SMS masuk : “Sayangku, kamu memang perkasa”.
Upsssss!!!!
Saya yakin modus penipuan sudah ada sejak zaman Firaun dan Cleopatra,
tetapi berhubung saya tidak hidup di zaman itu, maka saya tidak bisa berbicara
banyak mengenai zaman tersebut. Saya akan menulis seputar seluk-beluk modus
penipuan yang pernah saya alami di masa penjajahan Belanda. Bercanda! Saya
belum sejompo itu.
Berbicara tentang modus penipuan, jangan salah sangka, bukan saya
pelakunya, tetapi saya adalah korbannya. Atau mungkin lebih tepat dibilang
korban yang salah terpilih. Begini ceritanya…
Saat masih kuliah dulu, saya sering mendapat kiriman brosur yang intinya
mengabarkan bahwa saya menang paket wisata ke Australia, New Zealand, Turki,
Zimbabwe dan lain sebagainya. Itu brosurnya dikirim dari berbagai kota lho,
pakai amplop dan prangko segala. Jadi bukan brosur rombengan yang dilempar dari
balik pagar.
Teman-teman saya sudah ribut minta dibawain oleh-oleh seandainya saya jadi
pergi. Saya sendiri santai dan anggap angin lalu, sehingga mereka geregetan
sendiri. Bagaimana saya tidak santai dan anggap angin lalu? Saya tidak pernah
merasa mengikuti kuis atau melakukan ritual musryik seperti menyembah pohon
Beringin atau mebelai-belai batu di tengah ladang agar saya mendapat hadiah
paket wisata ke luar negeri. Jadi apa mungkin saya mendapatkan sesuatu dari
sesuatu yang tidak pernah saya ikuti atau lakukan? Logika sederhananya seperti
itu. Brosur itu cuma berisi ucapan selamat yang diketik di atas selembar
kertas, lalu difoto copy, kemudian dikirim secara random ke
seluruh Nusantara.
Lain ceritanya jika paket brosur itu juga disertai dengan tiket pulang
pergi dan uang saku, saya pasti akan berangkat saat itu juga. Itu sih namanya
bukan penipuan, tetapi mukzizat. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana mereka
bisa mendapat alamat saya? Gampang saja. Saya dulu sering berkirim surat ke
majalah atau koran-koran untuk mencari sahabat pena. Apa? Sahabat pena? Ya,
anda benar. Saya adalah salah satu generasi tahun sembilah puluhan yang
terkenal keren-keren itu, dimana masih zaman anak-anak mudanya saling berkirim
surat lewat jasa pos.
Masih saat zaman kuliah, saya juga sering bertemu dengan orang-orang yang
bermaksud menipu. Saya juga heran, apa iya tampang saya seperti orang yang
gampang ditipu? Atau ada tag di jidat saya tertempel dengan tulisan ‘tipulah
aku’?. Jadi ceritanya saat sedang menunggu angkot atau sedang bengong di
dalam bus, saya sering ketemu bapak-bapak atau ibu-ibu. Awalnya sih nanya
basa-basi seraya kenal-kenal anjing sambil tepuk-tepuk paha. Bertanya nama,
kuliah dimana, pacarnya berapa dan pertanyaan maha penting lainnya. Lalu
kemudian menawarkan kalau dia bisa mencarikan saya pekerjaan, asal mau bayar
sejumlah uang sekian. Lho, mencari pekerjaan kan pakai ijazah dan kemampuan (skill),
bukan pakai uang jajan. Sengaja saya pakai istilah uang jajan agar kalimatnya
bisa ber-rima dengan akhiran ‘an‘ begitu. Keren kan? Iya!
Seiring waktu berjalan, yang namanya modus penipuan juga berevolusi.
Ngomong-ngomong soal evolusi, siapa di antara anda yang percaya bahwa manusia
berasal dari keturunan monyet? Kalau saya, maaf-maaf saja ya. Saya berani
bertaruh dan menjamin bahwa saya tidak berasal dari keturunan monyet. Nenek
moyang saya adalah Adam dan Hawa yang tampang dan body-nya OK itu, makanya setiap saya melamar pekerjaan yang memberi
syarat bahwa pelamar harus berpenampilan menarik, saya selalu lolos. Saya
mewarisinya dari mereka, bukan dari monyet. Catat itu!
OK, balik lagi ke topik tentang evolusi modus penipuan. Zaman orang mulai
ramai-ramai pakai handphone, para pelaku penipuan ini juga memanfaatkan
fasilitas itu. Jadi pernah saya di telepon seorang pria bersuara berwibawa.
Sopan banget, pakai salam asalamualaikum dan spada segala. Lalu
menginformasikan bahwa saya menang kuis ini dan itu. Tak berhenti sampai
disitu, dia juga dengan gombalnya merayu saya, dia bilang saya terpilih sebagai
pemenang karena saya orangnya spesial. Dasar mulut lelaki. Mana pernah ada
sejarahnya pemenang kuis dipilih karena dia orang yang spesial? Kalau begitu
sistemnya, presiden SBY pasti menang terus dong setiap ikut kuis?
Lalu dia mengatakan bahwa pengumuman pemenang akan ditayangkan langsung di
salah satu TV nasional. Saya tanya ditayangkan di TV mana? Dia menyebutkan nama
salah satu TV nasional. Dia tidak tau bahwa saat itu saya sedang membaca koran
Kompas dan kebetulan sedang berada di kolom informasi jadwal acara-acara TV.
Saya tanya tayang jam berapa, dia masih dengan lancarnya menjawab pertanyaan
saya. Dia benar-benar membaca script dan mempersiapkan diri dengan baik.
Lalu saya tembaklah dia, saya bilang bahwa tidak ada acara pengumuman seperti
itu di jadwal acara TV yang sedang saya baca. Dan saya harus akui bahwa para
penipu ini tergolong orang-orang yang cerdas karena mereka akan selalu punya
jawaban (atau lebih tepat dibilang jago ngeles) untuk semua pertanyaan. Dia
menjawab bahwa jadwal acara TV itu sifatnya tentatif, bisa berubah setiap waktu
sesuai situasi dan kondisi. Pret!!!
Nah, yang membuat saya yakin dia adalah penipu, alih-alih dia minta nomor
rekening saya. Dia malah menyuruh saya ke ATM terdekat. Ngapain? Katanya untuk
check saldo. Lha, bagaimana ceritanya saya check saldo rekening saya
yang bertambah, lha wong nomor rekening saya saja saya belum kasih.
Memangnya transfer dana bisa lewat ilmu santet atau sihir? Dan gaya nyuruhnya
itu lho, memaksa banget. Sepertinya dia takut kehilangan saya. Daripada
berpanjang lebar, saya bilang saja “Cari korban yang lain saja ya, Pak. Dan
sebaiknya cari korban yang nggak lebih pinter dari anda”. Lalu saya dimaki, dia
bilang saya monyet. Sialan, padahal tadi saya sudah bilang bahwa saya keturunan
Adam & Hawa, bukan monyet. Selanjutnya telepon ditutup, dan dia mungkin
mengikuti saran saya, mencari korban lain yang tidak lebih pintar dari dia. Who
knows?
Ada modus penipuan lewat telepon, ada juga penipuan lewat Short Message
Service (SMS). Anda pasti sudah akrab dengan trend penipuan “Mama
Minta Pulsa”. Kalau saya hitung-hitung, saya sudah menerima SMS sejenis ini
sebanyak sebelas kali. Saya bahkan sampai bilang ke teman-teman saya, kalau
seandainya yang minta pulsa itu ‘Papa’, bukan Mama, saya berjanji akan
memberikan pulsa yang diminta. Dan syukurlah, selama periode nazar itu, hanya
para mama-mama yang berminat minta pulsa kepada saya.
Entah sudah berapa SMS Mama Minta Pulsa yang saya jawab dengan
jawaban-jawaban seperti ini : “Minta sama
Papa saja”, “Aku Benci Mama”, “Mama, pulang sekarang juga! Di rumah tidak ada
makanan”, “Mama dimana sekarang? Rumah kita kebakaran!”, “Mama di Kantor Polisi?
Mama nyolong apa lagi barusan?”. Rasakan itu! Penipu kok mencoba menipu
penipu.
Selain trend ‘Mama Minta Pulsa’, ada juga modus penipuan lewat SMS
dengan bentuk yang lain, kali ini lebih nekad dan berani mati. Jadi tanpa ada
perkenalan dulu, dia langsung mengirim SMS dengan kalimat seperti ini : “Transfer
aja ke nomor rekening XXXXX ya, sebab rekening yang lama sudah tidak bisa
dipakai. Salam sayang selalu, Nona Marcedes.” Lho, apa-apa’an ini? Tidak
ada hujan, tidak ada petir, kok minta transfer uang. Belum ngapa-ngapain kok
sudah minta bayaran. Upssss! Dan bukan saya namanya kalau tidak merespon
orang-orang seperti ini. Biasanya saya akan mau repot-repot membalas SMS
tersebut dengan kalimat “Sudah saya
tranfer 1M. Selamat menikmati dan anggap saja rumah sendiri”
Ada lagi SMS penipuan dengan kalimat seperti ini : “Selamat! Anda
mendapatkan hadiah utama mobil Toyota Bonanza. Silahkan hubungi nomor XXXX
untuk konfirmasi pengambilan hadiah” Apa? Toyota Bonanza? Memang ada merek
atau nama mobil seperti itu? Dan untuk lebih meyakinkan calon korban, dia
mengakhiri kalimatnya dengan mengatas namakan dirinya sebagai perwakilan sebuah
provider GSM terkenal. Padahal sudah jelas-jelas dia memakai nomor
pribadi untuk mengirim SMS, lancang benar dia mengaku sebagai perwakilan dari provider
GSM. Saya yang pernah bekerja di salah satu provider GSM tau banget
bahwa untuk menghubungi costumer, kita pasti memakai hotline (nomor
sambungan khusus) yang sudah terdaftar dengan nama/brand GSM,
yang jika kita menghubungi costumer, maka yang muncul di layar handphone
mereka adalah nama/merek/brand provider atau angka sejumlah 3 digit
yang sudah khas, bukan nomor pribadi yang jumlah digitnya bisa membuat yang
punya nomor tidak hafal nomornya sendiri.
Dan lagi-lagi, saya tidak bisa diam menghadapi orang-orang seperti ini. SMS
balasan saya singkat saja, tetapi saya yakin sanggup membunuh naga. SMS jawaban
saya adalah : “Hadiah mobil Toyota
Bonanza embah-mu!!!!”
Sebenarnya menghindari penipuan-penipuan kelas teri seperti ini gampang saja,
kita harus tenang dan santai. Jangan langsung menggelinjang jumpalitan
mendengar kata ‘hadiah’ dan ‘pemenang’. Kita pasti tau dong kuis-kuis atau
sayembara apa saja yang pernah kita ikuti. Jadikan itu sebagai salah satu
patokan. Kalau mendapat pengumuman sebagai pemenang kompetisi A, sementara anda
hanya mengikuti sayembara B, itu sudah jelas-jelas penipuan.
Namanya kita pemenang, jadi kita dong yang seharusnya mendapat hadiah atau
uang, bukan justru kita yang disuruh membayar atau mengirim uang. Jadi kalau
peneleponnya sudah minta kirim uang, tidak usah ditanggapi, langsung tutup saja
teleponnya. Saya sudah bilang, mereka ini orang-orang yang cerdas yang selalu
punya jawaban dan penjelasan untuk setiap pertanyaan dan kecurigaan. Semakin
lama anda tanggapi, semakin besar peluang mereka untuk membuat anda jatuh ke
pelukan mereka. Kecuali kalau anda menikmati pelukan mereka, ya itu terserah
anda. Kadang memang ada hadiah tertentu yang mengharuskan kita membayar pajak
hadiah, tetapi itu dilakukan setelah kita menerima hadiahnya dan dilakukan
sendiri oleh pihak penyelenggara.
Jadi kalau besok atau lusa mendapat kabar bahwa anda menjadi pemenang
kompetisi ini dan sayembara itu, santai saja. Percayalah, kalau rezeki tidak
akan lari ke rumah mertua. Rezeki yang memang milik kita akan selalu menemukan
jalannya sendiri untuk sampai ke tangan kita. Yang setuju, tolong pijat kaki
saya sekarang juga. Nah lho, kalimat saya lagi-lagi ber-rima dengan huruf
terakhir ‘a’. Keren ya? Iya!