02/03/14

Bus & Penjahat KELAMIN



Waktu melakukan perjalanan liburan dari Medan menuju Jakarta naik bus adalah waktu saya masih remaja (yang sudah entar berapa tahun yang lalu) dan saya melakukannya sendirian. Sejak kecil saya memang sudah dibiasakan oleh orangtua saya untuk melakukan segala sesuatu sendiri. 

Mendaftar masuk SMP, SMA dan kuliah saja saya lakukan sendiri. Hanya waktu SD saja saya dikawal untuk mendaftar. Ya wajarlah, karena panitia pendaftaran pasti lari ketakutan kalau saya (yang waktu itu masih berusia empat tahun) datang dan mendaftar sendiri, saya pasti disangka tuyul.

Membayangkan perjalanan darat yang berdurasi tiga hari dua malam, mungkin orang langsung terbayang lelahnya. Ya, memang lelah, tetapi pengalaman selama perjalanan jelas sangat memperkaya khasanah **ya ellah, khasanah!** pengalaman dan hidup kita. Beda dengan perjalanan lewat pesawat udara, kita hanya memandang langit selama beberapa jam (tergantung durasi menuju kota tujuan). Atau hanya memandang laut tanpa tepi saat melakukan perjalanan lewat kapal laut.

Bedanya, di kapal kaut kita masih bisa jalan-jalan seperti sedang berada di rumah atau Mall. Tetapi ya itu, hanya sebatas melihat sesama penumpang dan ruang-ruang kapal. Memandang ke luar kapal, yang tampak hanya air laut yang bergejolak. Romantis jika anda traveling dengan pasangan anda, karena anda bisa berdiri di ujung anjungan kapal sambil berpangku-pangkuan seperti Jack dan Rose di film Titanic. Tetapi percayalah, selama dua hari hanya memandang laut, saya yakin bisa membuat anda sinting dan tanpa sadar loncat ke laut.

Sementara perjalanan melalui darat banyak hal yang bisa dinikmati mata. Mulai dari sawah-sawah yang menghijau, pegunungan sejuk, dan ehmmm...kalau beruntung, kadang bus juga melewati sungai atau pancuran dimana gadis-gadis dan emak-emak sedang mandi hanya mengenakan penutup badan sebatas dada sampai ke betis.

Jangan bayangkan bus akan melewati jalan protokol atau jalan besar dengan gedung di kanan kiri yang sudah biasa anda nikmati saat berangkat kerja buat anda yang tinggal di kota besar. Jika anda melakukan perjalanan naik bus dari Jakarta ke Medan atau sebaliknya, anda akan disuguhi pemandangan-pemandangan yang mungkin selama ini hanya anda nikmati lewat acara Jejak Petualang di layar televisi.

Tetapi tentu saja stamina anda juga harus kuat. Bayangkan anda akan duduk di dalam bus selama tiga hari dua malam, tidur dengan posisi duduk di dalam bus yang bergerak. Bukan berarti selama tiga hari dua malam itu anda hanya duduk sampai bangkotan di tempat duduk anda. Bus akan berhenti pada jam-jam tertentu untuk memberi waktu kepada penumpang yang ingin sarapan, sholat, makan siang, makan malam. Dan kalau anda beruntung mendapatkan supir bus yang pengertian, bus akan berhenti di lokasi yang memungkinkan anda bisa menikmati pemandangan alam atau tempat membeli oleh-oleh dan wisata kuliner. Percayalah, pemandangan alam yang paling menakjubkan dan wisata kuliner yang paling sedap itu justru lokasi kuliner yang tidak pernah masuk TV atau majalah.

Bayangkan saja, anda terjaga di pagi hari karena dibangunkan oleh sinar pertama mentari pagi yang menyapa bumi, tembus melalui jendela kaca bus dan langsung dengan lembut menerpa wajah anda. Rasanya sangat luar biasa, seperti menjadi orang pertama yang merasakan hangatnya sinar matahari untuk hari ini.

Coba anda hitung, berapa kali anda berhasil menjalin pembicaraan dengan orang yang duduk di sebelah anda saat naik pesawat? Pasti masih bisa dihitung dengan jari kan? Beda dengan jika anda naik bus. Anda tidak hanya akan akrab dengan kondektur dan sopirnya, tetapi dengan seluruh penumpang. Apalagi anda yang melakukan perjalanan sendirian, anda secara naluriah akan berusaha mencari teman. Mulai dari orang yang duduk di sebelah anda, sampai orang yang duduk di depan dan di belakang anda. 

Dengan penumpang lain yang jauh dari anda tetap akan ada kemungkinan anda akan menjalin ‘persahabatan’, karena anda akan selalu berpapasan dengan mereka di pintu masuk bus saat akan masuk/keluar, bertemu di kamar mandi, di tempat sarapan/makan siang/ makan malam. Ketemu, melihat dan bersama orang yang sama selama tiga hari dua malam jelas akan membangun chemistry, anda akan seperti mendapat keluarga baru, walaupun hanya untuk sementara.

Bahkan situasi yang genting dan tak terduga bisa menciptakan suasana kekeluargaan dengan orang yang sebenarnya asing buat kita. Misalnya pengalaman saya waktu antri di kamar mandi untuk mandi di pagi hari. Kebetulan waktu itu entah apa sebabnya, hampir semua bus berhenti di tempat yang sama. Hasilnya, antrian di depan kamar mandi menjadi sepanjang ular naga. Sementara, waktu yang diberikan untuk mandi dan sarapan juga sudah ditentukan, yaitu hanya sekitar 45 menit. Mengantri saja sudah 30 menit. Akhirnya daripada menghabiskan waktu berdiri ngantri, satu orang akan berinisyatif (yang pas mendapat giliran untuk masuk kamar mandi) berteriak “Siapa yang mau mandi bareng saya?”. Siapa yang mau mandi bareng anda? Maksud anda? Seperti sayembara berhadiah saja.

Karena tidak ada yang memberi respon, dia-pun berkata, “ Ya sudah kalau tidak ada yang mau. Daripada masuk satu-satu, bukankah lebih baik mandi sekali lima atau enam orang untuk menghemat waktu.” Begitu mendengar pencerahan tersebut, maka orang-orang yang antri-pun akan segera berebutan menjadi pasangan mandinya, bahkan sampai melebihi kuota. Situasi seperti ini membuat orang tidak lagi jaga image, sok esklusif dan menjadi akrab.  Biasanya yang mandinya satu kloter, akan sarapan bareng juga. Menjadi sangat akrab. Istilahnya, saya sudah melihatmu telanjang tadi, jadi tak perlu lagi ada yang disembunyikan. Dan sejak itu, pada pemberhentian berikutnya, segala sesuatu menjadi dilakukan bersama-sama sehingga sangat menghemat waktu.

Tetapi perjalanan yang penuh pengalaman ini bukan tanpa resiko. Pengalaman buruk yang pernah saya alami adalah menjadi incaran penjahat kelamin. Ini tidak terjadi di dalam bus, tetapi setelah berada di atas kapal laut. Lho?

Jadi ceritanya begini. Saat akan menyeberang dari ujung Sumatera ke pulau Jawa, tidak mungkin bus-nya berubah bentuk menjadi kapal pesiar seperti cerita dalam film kartun. Jadi bus akan naik ke atas kapal Feri. Pada saat bus naik ke kapal Feri, para penumpang akan disuruh keluar dari bus dan naik ke geladak kapal bersama penumpang yang lain. Nah, di geladak ini biasanya berkeliaran para penjahat kelamin dari semua jenis kelamin. Mulai dari tante-tante, om-om dan rekan sebaya. Apalagi waktu itu saya sendirian, masih muda dan ehmmm...berpenampilan menarik. Tiga kali saya naik bus ke Jakarta, tiga kali juga saya berhadapan dengan para penjahat kelamin ini. Pengalaman pertama saya nyaris ternoda, tetapi pada pengalaman kedua dan ketiga saya sudah tau harus berbuat apa supaya terhindar dari nafsu durjana.

Jadi ketika turun dari bus untuk naik ke anjungan kapal, kita berbaur dengan penumpang bus lain yang jumlahnya ratusan karena harus antri menaiki tangga dan melewati lorong yang panjang dan sempit. Jadi mau tidak mau, kadang kita terpencar atau terpisah dari rombongan satu bus.  Mulai dari antri naik tangga saja sudah mulai ada gangguan. Dari belakang suka ada yang menggesek-gesek sok terdesak, trus niup leher. Saya sih selalu pura-pura cuek, menoleh ke belakang-pun males. Kita baru akan bertemu lagi dengan rombongan kita setelah sama-sama berada di atas. Nah, pada saat sudah berada di geladak kapal, saat kita sibuk mencari rombongan kita, saat itulah kita akan di dekati.

Yang namanya mencari rombongan , saya tidak mau jelalatan seperti maling jemuran, tetapi duduk di bangku sambil memperhatikan orang yang lalu lalang. Dan seperti yang sudah umum terjadi, pada saat kita menunggu sesuatu, sesuatu yang kita tunggu itu pasti lama sekali munculnya. Padahal saat sedang tidak ditunggu, malah rajin benar nongolnya.

Saat duduk menunggu ini kita akan di dekati. Bukan langsung nempel dan minta cium, tapi duduk di sebelah kita, lalu ngajak ngobrol basa-basi. Kalau obrolannya nyambung, selanjutnya diajak mencari tempat sepi. Alasannya, supaya lebih enak ngobrolnya. Maksud loe? Memangnya mau ngobrolin kode rahasia militer Pentagon makanya harus mencari tempat sepi?

Kalau orang gatal ketemu orang ganjen, ya pasti gayung bersambut, lalu saling setuju mencari lokasi yang kondusif. Langsung ketahuan kok kalau orang yang duduk di sebelah kita itu penjahat kelamin atau bukan. Biasanya tatapan matanya juga sudah memberi kode. Belum lagi tangan yang sudah berani pegang-pegang atas bawah, padahal kita belum dirayu dan dibeli’in donat.

Untuk menghindari orang-orang seperti ini, biasanya saya akan nempel terus sama bapak-bapak sesama penumpang bus yang sudah saya kenal sejak di dalam bus. Dan si bapak biasanya langsung ngerti dan berani pasang badan. Saya tau ada juga beberapa orang yang menikmati pertemuan dengan para penjahat kelamin ini. Saya menyaksikan sendiri anak seumuran saya yang tempat duduknya di belakang sopir, bahkan berlari kecil dengan riang saat diajak sang penjahat kelamin mencari tempat sepi. Tetapi ya itu bukan urusan saya.

Tetapi tentu saja secuil kejadian aneh begitu tidak sebanding dengan pengalaman selama tiga hari dua malam perjalanan dengan bus. Ada rasa kebersamaan, empati dan kekeluargaan yang sangat berharga antar sesama penumpang bus yang tidak akan pernah temukan jika anda naik pesawat atau kapal laut. Kalau tidak sedang memburu waktu atau sedang mencari ilham untuk bahan tulisan, saya pasti akan lebih memilih perjalanan naik bus. Kata orang buang-buang waktu. Tergantung tujuan anda apa dulu. Kalau anda bukan type orang yang menikmati perjalanan dan lebih mementingkan segera sampai tujuan sih, ya memang kesannya seperti buang-buang waktu. Tetapi yakinlah, anda kehilangan kesempatan untuk menikmati hal-hal yang mungkin tidak akan pernah anda nikmati seumur hidup anda.

Ahhh, jadi kangen traveling baik bus lagi. Tetapi please ya, tanpa bonus penjahat kelamin.
Share: