Sejak awal tahun 1990 dimana stasiun televisi sudah mulai marak di Indonesia,
ada sebuah acara yang khusus membahas kehidupan dan profesi selebriti tanah
air. Selebriti yang cakupan profesinya sangat luas mulai dari penyanyi,
aktor/aktris, atlet, tukang sulap, pelawak dan lain-lain.
TVRI
mengawalinya lewat format acara yang dipadu dengan menghadirkan informasi
hiburan dari mancanegara lewat acara yang judulnya kurang kreatif Informasi
Hiburan Mancanegara yang dibawakan oleh Nita Bonita. Lalu kemudian
RCTI memunculkan Rocket dengan pembawa acara Gladys Suwandi dan Jeffry
Waworuntu, format yang hampir sama tetapi dipadukan dengan wawancara artis
mancanegara yang waktu itu sering datang ke Jakarta, misalnya Color Me Badd.
Lalu TVRI seperti menyadari format acaranya yang judulnya kurang representatif
tersebut, menghadirkan acara Trax (diasuh oleh Ida Arimurti dan Erwin
Parengkuan) berisi informasi showbiz lokal dan mancanegara yang
dipadu dengan informasi tangga lagu lokal dan mancanegara yang sedang hits
di tanah air.
Dulu informasi yang diberitakan begitu ringan dan fun dan acara ini
kemudian dikenal dengan istilah infotainment dari kata informasi
dan entertainment. Misalnya keseharian, kegiatan dan kiprah sang
selebriti yang sudah pasti menginspirasi.
Tetapi menginjak pertengahan tahun
90’an, nilai berita infotainment mulai mengalami pergeseran. Informasi yang
tadinya lebih mengarah pada hiburan dan berita ringan mulai merambah ranah
pribadi. Jurnalis infotainmen tak lagi menunggu sang selebriti berkiprah dan
bercerita, tetapi sudah mulai berani membuat berita sendiri berdasarkan rumor
yang beredar. Termasuk rumor yang mungkin oleh sang selebriti tidak berkenan
untuk diumbar, misalnya perceraian, putus pacaran atau gosip hubungan khusus
dengan si A atau si B, konflik keluarga dan lain-lain.
Kita tentu tidak lupa dengan Deasy Ratnasari yang pernah menjadi
bulan-bulanan wartawan infotainment sehubungan dengan gosip hubungannya
gelapnya dengan salah seorang menteri yang terkenal dengan jargon ‘No
Comment’-nya.
Atau ketika Sarah Sechan yang terpaksa harus bertengkar dengan
wartawan di hari pernikahannya karena para jurnalis infotainment memaksa
masuk untuk meliput acara pernikahannya. Infotainment sering mengklaim bahwa selebiriti membutuhkan wartawan infotaimen untuk
membantu eksistensinya. Benarkah begitu?
Sebenarnya butuh atau tidak, itu tergantung pada artis yang mana dulu. Ada
sekian banyak artis yang merasa kurang nyaman ketika diwawancara oleh wartawan infotainment
karena pada banyak kasus yang terjadi, ketika hasil wawancara tersebut
ditayangkan di televisi, ternyata apa yang disampaikan si artis justru
dipelintir untuk memancing spekulasi dan polemik pemirsa televisi. Termasuk
narasi yang bukannya berusaha menggaris bawahi atau memperjelas maksud yang
hendak disampaikan si artis, tetapi justru cenderung memprovokasi dengan sederet
pertanyaan-pertanyaan retorika yang potensial melahirkan gosip baru.
Tetapi pada sisi yang lain memang ada artis yang sangat amat butuh medium
bernama infotainment ini. Mereka adalah type artis yang memang
tidak bisa melakukan apa-apa karena minim bakat dan pemikiran kreatif untuk
menjadi bahan berita sehingga kadang mereka membayar sejumlah uang kepada
produser acara infotainment agar meliput kegiatannya yang sama sekali
tidak ada nilai beritanya. Misalnya saat selebriti yang bersangkutan sedang
naik kereta api, minum susu, belanja sayur mayur, memelihara kucing,
membersihkan got dan lain sebagainya. Termasuk juga artis yang memang gila
liputan yang terobsesi ingin selalu masuk TV dengan cara pura-pura membocorkan
foto provokatif-nya di internet atau pura-pura sedang menjalin hubungan dengan
si ini dan si itu agar menjadi bahan gosip. Dan konyolnya infotainment
mau-mau saja meliput hal-hal dangkal seperti ini untuk dijadikan berita utama.
Jadi sebenarnya tayangan infotainment akhir-akhir ini sudah seperti
layaknya dua mata pisau yang fungsinya hanya untuk ‘melukai’. Sisi mata pisau
yang satu melukai artis yang statement-nya dipelintir agar menjadi
bulan-bulanan gosip. Sementara sisi mata pisau yang satu lagi mencoba membodohi
pemirsa lewat tayangan yang tidak punya nilai berita.
Jadi jika infotainment mengklaim bahwa selebriti membutuhkan mereka
untuk eksistensi mereka, sebenarnya infotainment-lah yang membutuhkan
selebriti agar mereka bisa punya alasan untuk tetap eksis di televisi. Bisa
kita bayangkan apa jadinya infotainment tanpa berita tentang selebriti,
sementara selebriti masih punya opsi media eksistensi lewat radio, media cetak
dan acara talkshow yang kontennya bisa jadi lebih berbobot dan jauh
gosip.
Dan yang lebih menyebalkan lagi, infotainment ini juga yang telah memberi
ruang dan waktu untuk sosok-sosok tak bermutu seperti Syahrini, Dewi Perssik, Julia Perez, Nikita Mirzani, Farhat Abbas, Arya
Wiguna dan lain-lain untuk tumbuh dan berkembang sampai merusak khasanak
dunia hiburan tanah air.