19/03/14

Dualisme Kejahatan Acara INFOTAINMENT



Sejak awal tahun 1990 dimana stasiun televisi sudah mulai marak di Indonesia, ada sebuah acara yang khusus membahas kehidupan dan profesi selebriti tanah air. Selebriti yang cakupan profesinya sangat luas mulai dari penyanyi, aktor/aktris, atlet, tukang sulap, pelawak dan lain-lain. 

TVRI mengawalinya lewat format acara yang dipadu dengan menghadirkan informasi hiburan dari mancanegara lewat acara yang judulnya kurang kreatif Informasi Hiburan Mancanegara yang dibawakan oleh Nita Bonita. Lalu kemudian RCTI memunculkan Rocket dengan pembawa acara Gladys Suwandi dan Jeffry Waworuntu, format yang hampir sama tetapi dipadukan dengan wawancara artis mancanegara yang waktu itu sering datang ke Jakarta, misalnya Color Me Badd. Lalu TVRI seperti menyadari format acaranya yang judulnya kurang representatif tersebut, menghadirkan acara Trax (diasuh oleh Ida Arimurti dan Erwin Parengkuan) berisi informasi showbiz lokal dan mancanegara yang dipadu dengan informasi tangga lagu lokal dan mancanegara yang sedang hits di tanah air.

Dulu informasi yang diberitakan begitu ringan dan fun dan acara ini kemudian dikenal dengan istilah infotainment dari kata informasi dan entertainment. Misalnya keseharian, kegiatan dan kiprah sang selebriti yang sudah pasti menginspirasi. 

Tetapi menginjak pertengahan tahun 90’an, nilai berita infotainment mulai mengalami pergeseran. Informasi yang tadinya lebih mengarah pada hiburan dan berita ringan mulai merambah ranah pribadi. Jurnalis infotainmen tak lagi menunggu sang selebriti berkiprah dan bercerita, tetapi sudah mulai berani membuat berita sendiri berdasarkan rumor yang beredar. Termasuk rumor yang mungkin oleh sang selebriti tidak berkenan untuk diumbar, misalnya perceraian, putus pacaran atau gosip hubungan khusus dengan si A atau si B, konflik keluarga dan lain-lain.

Kita tentu tidak lupa dengan Deasy Ratnasari yang pernah menjadi bulan-bulanan wartawan infotainment sehubungan dengan gosip hubungannya gelapnya dengan salah seorang menteri yang terkenal dengan jargon ‘No Comment’-nya.

Atau ketika Sarah Sechan yang terpaksa harus bertengkar dengan wartawan di hari pernikahannya karena para jurnalis infotainment memaksa masuk untuk meliput acara pernikahannya. Infotainment sering mengklaim bahwa selebiriti membutuhkan wartawan infotaimen untuk membantu eksistensinya. Benarkah begitu?

Sebenarnya butuh atau tidak, itu tergantung pada artis yang mana dulu. Ada sekian banyak artis yang merasa kurang nyaman ketika diwawancara oleh wartawan infotainment karena pada banyak kasus yang terjadi, ketika hasil wawancara tersebut ditayangkan di televisi, ternyata apa yang disampaikan si artis justru dipelintir untuk memancing spekulasi dan polemik pemirsa televisi. Termasuk narasi yang bukannya berusaha menggaris bawahi atau memperjelas maksud yang hendak disampaikan si artis, tetapi justru cenderung memprovokasi dengan sederet pertanyaan-pertanyaan retorika yang potensial melahirkan gosip baru.

Tetapi pada sisi yang lain memang ada artis yang sangat amat butuh medium bernama infotainment ini. Mereka adalah type artis yang memang tidak bisa melakukan apa-apa karena minim bakat dan pemikiran kreatif untuk menjadi bahan berita sehingga kadang mereka membayar sejumlah uang kepada produser acara infotainment agar meliput kegiatannya yang sama sekali tidak ada nilai beritanya. Misalnya saat selebriti yang bersangkutan sedang naik kereta api, minum susu, belanja sayur mayur, memelihara kucing, membersihkan got dan lain sebagainya. Termasuk juga artis yang memang gila liputan yang terobsesi ingin selalu masuk TV dengan cara pura-pura membocorkan foto provokatif-nya di internet atau pura-pura sedang menjalin hubungan dengan si ini dan si itu agar menjadi bahan gosip. Dan konyolnya infotainment mau-mau saja meliput hal-hal dangkal seperti ini untuk dijadikan berita utama.

Jadi sebenarnya tayangan infotainment akhir-akhir ini sudah seperti layaknya dua mata pisau yang fungsinya hanya untuk ‘melukai’. Sisi mata pisau yang satu melukai artis yang statement-nya dipelintir agar menjadi bulan-bulanan gosip. Sementara sisi mata pisau yang satu lagi mencoba membodohi pemirsa lewat tayangan  yang tidak punya nilai berita.

Jadi jika infotainment mengklaim bahwa selebriti membutuhkan mereka untuk eksistensi mereka, sebenarnya infotainment-lah yang membutuhkan selebriti agar mereka bisa punya alasan untuk tetap eksis di televisi. Bisa kita bayangkan apa jadinya infotainment tanpa berita tentang selebriti, sementara selebriti masih punya opsi media eksistensi lewat radio, media cetak dan acara talkshow yang kontennya bisa jadi lebih berbobot dan jauh gosip.

Dan yang lebih menyebalkan lagi, infotainment ini juga yang telah memberi ruang dan waktu untuk sosok-sosok tak bermutu seperti Syahrini, Dewi Perssik, Julia Perez, Nikita Mirzani, Farhat Abbas, Arya Wiguna dan lain-lain untuk tumbuh dan berkembang sampai merusak khasanak dunia hiburan tanah air.
Share: