19/03/14

The Scam JAKARTA




Bepergian ke beberapa tempat di Jakarta memang kadang seperti sedang berada dalam film action saja. Banyak hal menarik dan juga menyebalkan yang bisa kita alami, sebuah pengalaman berharga yang mungkin tidak didapatkan oleh mereka yang mengendarai kendaraan pribadi. Salah satunya adalah berhadapan dengan pelaku kriminal jalan yang paling umum : copet dan pengamen ekstrim.

Selama setahun saya berkantor di kawasan Kemayoran (Jakarta Pusat) dan dua tahun di Daan Mogot (Jakarta Barat). Tempat tinggal saya yang berada di Ciputat membuat saya harus berangkat pagi-pagi sekitar jam lima. Pada saat jam seperti ini memang para pencopet dan pengamen ekstrim mungkin masih tidur, tetapi tidak demikian halnya dengan pelaku pelecehan seksual. Jika selama ini anda mengira bahwa korban pelecehan seksual adalah perempuan, maka anda salah. Beberapa teman saya dan saya sendiri pernah mengalaminya. Kalau pelakunya adalah perempuan, mungkin tidak akan menjadi masalah. Tetapi hampir semua pelakunya adalah sesama lelaki. Dan ini terjadi pada saat kondisi bus sedang padat dan posisi kita berdiri berdesak-desakan karena sudah tidak kebagian tempat duduk. 

Kadang sebenarnya sulit untuk membedakan apakah pelecehan ini disengaja atau karena memang akibat kondisi yang berdesak-desakan, tetapi saya yakin korban bisa mengetahui apakah ini disengaja atau tidak melalui ‘rasanya’. Jadi biasanya jika sedang berada dalam posisi seperti itu, saya akan pasang tampang tidak suka karena kalau misalnya ditegur tentu dia punya alasan kuat karena situasi memang sedang berdesak-desakan. Tetapi kalo tampang galak ternyata tidak mempan, ya biarkan sajalah sambil berusaha ‘menikmatinya’. Habis mau bagaimana lagi?

Jam pulang kantor, kita tidak hanya berhadapan dengan pelaku pelecehan seksual. Kita juga akan bertemu pencopet dan pengamen ekstrim. Pencopet dan pengamen ekstrim ini biasanya eksis disemua medan : angkot dan bis. Saya hampir setiap hari bertemu komplotan pencopet ini saat saya berkantor di kawasan Daan Mogot. Jadi setiap pulang kerja, saya naik angkot dari Kalideres ke arah Serpong. Sepanjang perjalanan dari Kalideres menuju Serpong ini kita bisa bertemu tiga komplotan pencopet.

Jadi mereka ini biasanya terdiri dari 3 atau 4 orang pria (kadang juga ada perempuannya). Modusnya adalah salah satu dari mereka naik lebih dahulu, sepuluh meter kemudian naik lagi rekannya dan begitu seterusnya sampai formasinya komplit. Mereka akan mangambil posisi duduk ditengah-tengah penumpang atau mengapit satu penumpang yang nantinya jadi korban. Salah satu dari mereka ini nantinya akan pura-pura muntah atau jatuh dari bangku angkot untuk mengalihkan perhatian sekaligus membuat suasana panik. Saat suasana sudah heboh, yang lain akan bergerilia melucuti barang-barang penumpang yang lengah dan buyar perhatiannya. Biasanya sih selalu berhasil. Sudah beberapa kali saya mengalami kejadian seperti ini dan selalu ada penumpang yang kehilangan dompet dan handphone.

Saking seringnya bertemu kawanan kutu kupret ini, saya sampai hafal wajah dan termasuk gerak-gerik khas mereka. Kadang tadinya saya tidak tau bahwa mereka copet, tetapi setelah memperhatikan gerak-gerik mereka didalam angkot saya langsung sadar bahwa mereka ini copet. Jadi setiap kali mereka menaiki angkot yang saya naiki, saya biasanya menunjukkan bahasa tubuh bahwa saya tau siapa mereka. Mulai dari ekspresi siap-siap berkelahi sampai yang frontal, yaitu mengeluakan penggaris besi dari dalam tas dan memegangnnya seperti sedang menggenggam pedang. Kalau sudah begitu, mereka tidak akan berani dekat-dekat dengan saya.

Saya bukannya tidak mau memberi tau penumpang lainnya, tetapi para pencopet ini sangat cerdik. Mereka akan mencoba menghalang-halang kontak mata saya dengan penumpang lain. Misalnya ketika saya menolehkan kepala ke penumpang diujung sana, pencopet yang satu akan menghalangi pandangan saya dengan kepalanya. Kadang kami jadi seperti dua ekor bebek yang hendak kawin karena kejadian ini akan membuat kami seperti sedang perang leher. Atau bisa saja si pencopet ini pura-pura membaca koran dimana lembar korannya dibuka selebar mungkin agar menutupi interaksi saya dengan penumpang lain.

Jadi daripada mengharapkan orang lain, mungkinlebih baik para penumpang angkot melindungi diri sendiri dengan cara antisipasi. Kenali gerak-gerik dan ciri-ciri komplotan pencopet ini. Begitu mereka naik, langsung tunjukkan dengan halus bahwa anda sudah tau tau siapa mereka ini. Misalnya dengan cara secara terang-terangan langsung mengamankan tas dan barang berharga anda seperti handphone yang tadinya anda pegang. Atau kalau memang malas berurusan dengan komplotan ini apalagi jika anda perempuan, sebaiknya langsung minta turun saja. Atau kalau kebetulan bangku depan disebelah sopir kosong, pindah saja kesitu karena pencopet tidak akan mungkin menjalankan aksinya di area itu.

Berhadapan dengan pengamen ektrim beda lagi. Penampilannya saja sudah mengintimidasi : tatto disana-sini, anting disana-sini, baju a la anak punk serta bau badan yang tidak sopan. Mereka ini biasanya ada dua atau tiga orang. Berteriak-teriak mengatakan bahwa mereka baru keluar dari penjara seolah-olah itu adalah hal yang membanggakan. Dengan tololnya mereka akan mengatakan kalimat-kalimat yang menyebalkan yang justru membuat kita tidak simpati dengan mereka. Kita yang tadinya kepikiran untuk memberi menjadi malas untuk memberi. Sebab kalau kita memberi kesanya kita ini takut sama mereka. 

Bayangkan, mereka dengan petantang-petenteng mengatakan “kami mohon pengertiannya, karena kami tidak segan-segan melakukan sesuatu yang tidak anda inginkan apabila kami tidak mendapatkan apa yang kami harapkan”. Mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut monyet compang-camping seperti itu rasanya emosi langsung membubung tinggi. Saya sampai pernah berharap mereka akan menyenggol saya atau mengintimidasi saya saat saya menolak untuk memberi uang agar saya punya alasan untuk menghajar salah satu dari mereka. Ya, cukup menghajar salah satu dari mereka saja. Yang penting kita tau siapa pemimpinnya, maka jika kita bisa menghajar pemimpinnya itu, maka kacungnya yang lain tidak akan berani lagi. Saya berani ambil sikap seperti ini bukannya saya sok jagoan, tetapi karena rata-rata pengamen ekstrim ini badannya kerempeng seperti kucing asma. Saya yakin, sekali pukul mereka ini akan langsung ambruk.

Pernah juga saya ketemu dengan pengamen ekstrim berbadan besar dengan suara menggelegar, rambutnya gondrong gimbal pula. Nah kalau sudah seperti ini saya biasanya pura-pura tidur atau sibuk memandang ke arah lain, tetapi tetap memegang teguh sikap tidak akan mau memberi apa-apa. Saya tidak akan keberatan memberi jika mereka meminta baik-baik, tetapi kalau caranya mengancam, jangan harap dapat apa-apa dari saya.

Intinya, untuk kita yang sering menggunakan jasa kendaraan umum, jangan pernah merasa kalah dengan mahluk-mahluk sialan ini. Bukan berarti kita langsung menantang mereka duel berkelahi setiap bertemu, tetapi tunjukkan bahwa kita punya sikap tegas, bahwa kita tau siapa mereka karena saya yakin mereka hanya berani mengincar korban yang tidak tau dan tidak sadar apa-apa. Yang paling penting, jangan pernah menunjukkan sikap bahwa kita merasa terintimidasi dengan kehadiran mereka, tetap jaga sikap tegas sambil memberi bahasa tubuh bahwa anda waspada dan superior. Mereka memilih jalan hidup seperti itu ya karena mereka tidak lebih berkwalitas dan lebih punya nilai hidup dibanding mereka. Jadi tidak selayaknya kita kalah mental dibanding mereka saat berada dalam posisi  head to head.
Share: