Bepergian ke beberapa tempat di Jakarta memang kadang seperti sedang berada
dalam film action saja. Banyak hal menarik dan juga menyebalkan yang bisa kita
alami, sebuah pengalaman berharga yang mungkin tidak didapatkan oleh mereka
yang mengendarai kendaraan pribadi. Salah satunya adalah berhadapan dengan
pelaku kriminal jalan yang paling umum : copet dan pengamen ekstrim.
Selama setahun saya berkantor di kawasan Kemayoran (Jakarta Pusat) dan dua tahun di Daan Mogot (Jakarta Barat). Tempat tinggal saya
yang berada di Ciputat membuat saya harus berangkat pagi-pagi sekitar jam lima.
Pada saat jam seperti ini memang para pencopet dan pengamen ekstrim mungkin
masih tidur, tetapi tidak demikian halnya dengan pelaku pelecehan seksual. Jika
selama ini anda mengira bahwa korban pelecehan seksual adalah perempuan, maka
anda salah. Beberapa teman saya dan saya sendiri pernah
mengalaminya. Kalau pelakunya adalah perempuan, mungkin tidak akan menjadi
masalah. Tetapi hampir semua pelakunya adalah sesama lelaki. Dan ini terjadi
pada saat kondisi bus sedang padat dan posisi kita berdiri berdesak-desakan
karena sudah tidak kebagian tempat duduk.
Kadang sebenarnya sulit untuk membedakan apakah pelecehan ini disengaja
atau karena memang akibat kondisi yang berdesak-desakan, tetapi saya yakin
korban bisa mengetahui apakah ini disengaja atau tidak melalui ‘rasanya’. Jadi
biasanya jika sedang berada dalam posisi seperti itu, saya akan pasang tampang
tidak suka karena kalau misalnya ditegur tentu dia punya alasan kuat karena
situasi memang sedang berdesak-desakan. Tetapi kalo tampang galak ternyata
tidak mempan, ya biarkan sajalah sambil berusaha ‘menikmatinya’. Habis mau
bagaimana lagi?
Jam pulang kantor, kita tidak hanya berhadapan dengan pelaku pelecehan
seksual. Kita juga akan bertemu pencopet dan pengamen ekstrim. Pencopet dan
pengamen ekstrim ini biasanya eksis disemua medan : angkot dan bis. Saya hampir
setiap hari bertemu komplotan pencopet ini saat saya berkantor di kawasan Daan
Mogot. Jadi setiap pulang kerja, saya naik angkot dari Kalideres ke arah
Serpong. Sepanjang perjalanan dari Kalideres menuju Serpong ini kita bisa
bertemu tiga komplotan pencopet.
Jadi mereka ini biasanya terdiri
dari 3 atau 4 orang pria (kadang juga ada perempuannya). Modusnya adalah salah
satu dari mereka naik lebih dahulu, sepuluh meter kemudian naik lagi rekannya
dan begitu seterusnya sampai formasinya komplit. Mereka akan mangambil posisi
duduk ditengah-tengah penumpang atau mengapit satu penumpang yang nantinya jadi
korban. Salah satu dari mereka ini nantinya akan pura-pura muntah atau jatuh
dari bangku angkot untuk mengalihkan perhatian sekaligus membuat suasana panik.
Saat suasana sudah heboh, yang lain akan bergerilia melucuti barang-barang penumpang
yang lengah dan buyar perhatiannya. Biasanya sih selalu berhasil. Sudah
beberapa kali saya mengalami kejadian seperti ini dan selalu ada penumpang yang
kehilangan dompet dan handphone.
Saking seringnya bertemu kawanan kutu kupret ini, saya sampai hafal wajah
dan termasuk gerak-gerik khas mereka. Kadang tadinya saya tidak tau bahwa
mereka copet, tetapi setelah memperhatikan gerak-gerik mereka didalam angkot
saya langsung sadar bahwa mereka ini copet. Jadi setiap kali mereka menaiki
angkot yang saya naiki, saya biasanya menunjukkan bahasa tubuh bahwa saya tau
siapa mereka. Mulai dari ekspresi siap-siap berkelahi sampai yang frontal,
yaitu mengeluakan penggaris besi dari dalam tas dan memegangnnya seperti sedang
menggenggam pedang. Kalau sudah begitu, mereka tidak akan berani dekat-dekat
dengan saya.
Saya bukannya tidak mau memberi tau penumpang lainnya, tetapi para pencopet
ini sangat cerdik. Mereka akan mencoba menghalang-halang kontak mata saya
dengan penumpang lain. Misalnya ketika saya menolehkan kepala ke penumpang
diujung sana, pencopet yang satu akan menghalangi pandangan saya dengan
kepalanya. Kadang kami jadi seperti dua ekor bebek yang hendak kawin karena
kejadian ini akan membuat kami seperti sedang perang leher. Atau bisa saja si
pencopet ini pura-pura membaca koran dimana lembar korannya dibuka selebar
mungkin agar menutupi interaksi saya dengan penumpang lain.
Jadi daripada mengharapkan orang lain, mungkinlebih baik para penumpang
angkot melindungi diri sendiri dengan cara antisipasi. Kenali gerak-gerik dan
ciri-ciri komplotan pencopet ini. Begitu mereka naik, langsung tunjukkan dengan
halus bahwa anda sudah tau tau siapa mereka ini. Misalnya dengan cara secara
terang-terangan langsung mengamankan tas dan barang berharga anda seperti handphone
yang tadinya anda pegang. Atau kalau memang malas berurusan dengan komplotan
ini apalagi jika anda perempuan, sebaiknya langsung minta turun saja. Atau
kalau kebetulan bangku depan disebelah sopir kosong, pindah saja kesitu karena
pencopet tidak akan mungkin menjalankan aksinya di area itu.
Berhadapan dengan pengamen ektrim beda lagi. Penampilannya saja sudah
mengintimidasi : tatto disana-sini, anting disana-sini, baju a la anak
punk serta bau badan yang tidak sopan. Mereka ini biasanya ada dua atau tiga
orang. Berteriak-teriak mengatakan bahwa mereka baru keluar dari penjara
seolah-olah itu adalah hal yang membanggakan. Dengan tololnya mereka akan
mengatakan kalimat-kalimat yang menyebalkan yang justru membuat kita tidak
simpati dengan mereka. Kita yang tadinya kepikiran untuk memberi menjadi malas
untuk memberi. Sebab kalau kita memberi kesanya kita ini takut sama mereka.
Bayangkan, mereka dengan petantang-petenteng mengatakan “kami mohon
pengertiannya, karena kami tidak segan-segan melakukan sesuatu yang tidak anda
inginkan apabila kami tidak mendapatkan apa yang kami harapkan”. Mendengar
kalimat seperti itu keluar dari mulut monyet compang-camping seperti itu
rasanya emosi langsung membubung tinggi. Saya sampai pernah berharap mereka
akan menyenggol saya atau mengintimidasi saya saat saya menolak untuk memberi
uang agar saya punya alasan untuk menghajar salah satu dari mereka. Ya, cukup
menghajar salah satu dari mereka saja. Yang penting kita tau siapa pemimpinnya,
maka jika kita bisa menghajar pemimpinnya itu, maka kacungnya yang lain tidak
akan berani lagi. Saya berani ambil sikap seperti ini bukannya saya sok jagoan,
tetapi karena rata-rata pengamen ekstrim ini badannya kerempeng seperti kucing
asma. Saya yakin, sekali pukul mereka ini akan langsung ambruk.
Pernah juga saya ketemu dengan pengamen ekstrim berbadan besar dengan suara
menggelegar, rambutnya gondrong gimbal pula. Nah kalau sudah seperti ini saya
biasanya pura-pura tidur atau sibuk memandang ke arah lain, tetapi tetap
memegang teguh sikap tidak akan mau memberi apa-apa. Saya tidak akan keberatan
memberi jika mereka meminta baik-baik, tetapi kalau caranya mengancam, jangan
harap dapat apa-apa dari saya.
Intinya, untuk kita yang sering menggunakan jasa kendaraan umum, jangan
pernah merasa kalah dengan mahluk-mahluk sialan ini. Bukan berarti kita
langsung menantang mereka duel berkelahi setiap bertemu, tetapi tunjukkan bahwa
kita punya sikap tegas, bahwa kita tau siapa mereka karena saya yakin mereka
hanya berani mengincar korban yang tidak tau dan tidak sadar apa-apa. Yang
paling penting, jangan pernah menunjukkan sikap bahwa kita merasa terintimidasi
dengan kehadiran mereka, tetap jaga sikap tegas sambil memberi bahasa tubuh
bahwa anda waspada dan superior. Mereka memilih jalan hidup seperti itu ya
karena mereka tidak lebih berkwalitas dan lebih punya nilai hidup dibanding
mereka. Jadi tidak selayaknya kita kalah mental dibanding mereka saat berada
dalam posisi head to head.