Meja kerja saya
sebagai supervisor dan cashier restoran yang berdekatan dengan salah satu meja restoran di dekat pintu masuk terkadang membuat saya secara
tidak sengaja menguping pembicaraan tamu. Mulai dari pembicaraan rahasia sampai yang remeh temeh. Yang ngomongin
bos/teman/suami/istri orang, membahas gosip artis, rapat kantor, kencan mesra,
sampai yang aneh-aneh.
Saya pernah
nguping gerombolan PNS pria, rata-rata mereka masih muda seperti saya. Eh, nggak usah meringis gitu dong. Saya memang masih muda kok. Mau lanjut nggak nih?
Ceritanya, salah satu di antara mereka ini ada yang baru menikah minggu lalu. Kampret-nya, sambil makan, dia bercerita tentang ritual malam pertama dengan istrinya kepada teman-temannya. Sampe sedetil-detilnya, bahkan memperagakan beberapa gerakan-gerakan segala, yang membuat empat orang temannya yang mengelilingi meja sampai kelihatan bego saking menyimak dan menghayati cerita, sambil mungkin berfantasi. Semua itu diceritakan dan diperagakan dengan volume suara yang sama sekali tidak dijaga agar tidak terdengar meja sebelah.
Ceritanya, salah satu di antara mereka ini ada yang baru menikah minggu lalu. Kampret-nya, sambil makan, dia bercerita tentang ritual malam pertama dengan istrinya kepada teman-temannya. Sampe sedetil-detilnya, bahkan memperagakan beberapa gerakan-gerakan segala, yang membuat empat orang temannya yang mengelilingi meja sampai kelihatan bego saking menyimak dan menghayati cerita, sambil mungkin berfantasi. Semua itu diceritakan dan diperagakan dengan volume suara yang sama sekali tidak dijaga agar tidak terdengar meja sebelah.
Terus terang
saya tidak terganggu, malah makin semangat nguping. Saya nggak munafik-lah. Enak, gila! Tetapi
saya khawatir jika tamu berbentuk tiga orang ibu-ibu dan dua orang bapak-bapak yang
di meja sebelahnya terganggu. Mekipun mereka sudah cukup umur, tapi kayaknya
ini kan bukan pembicaraan yang propriate
di tempat umum. Maka saya sengaja berdehem keras untuk memberi kode. Sang narator mesum itupun menoleh ke saya. Ternyata
ibu-bu dan bapak-bapak yang di meja sebelahnya juga menoleh ke saya, seolah menyalahkan
saya karena telah mengganggu narasi cerita hot
barusan. Ya elahhh, ternyata
mereka juga ikut nguping.
Salah satu yang
tak kalah absurd menurut saya adalah
saat segerombolan bapak-bapak seumuran Madonna, mampir dan memesan kopi. Saya
tidak tau mereka ini dari mana atau bekerja dimana, mereka tidak memakai
seragam kerja. Setelah kopi terhidang, mulailah pembicaraan absurd itu.
Entah dari mana
asal mula pembicaraannya, tiba-tiba saya saya mendengar salah satu dari mereka
berbagi tips cara membuat anak
laki-laki atau anak perempuan, tergantung si suami pilih mau punya anak dari
jenis kelamin mana.
Dengan sok
taunya, sang ahli akan sangat bersemangat berbagi rahasia. Tanpa malu-malu atau
sungkan, meskipun di meja sebelah ada tamu restoran lain. Tentu saja dengan volume suara yang jelas terdengar,
seolah-olah dia sedang berbagi kabar sukacita.
“Jadi kalau mau
dapat anak perempuan, sorong ke kiri. Kalau mau anak laki-laki, sorong ke
kanan,” katanya bersemangat sambil menyeringai.
“Kalau sorong
ke tengah-tengah?” tanya salah satu temannya serius.
“Jangan, nanti anaknya
jadi banci atau tomboy” Gubrak!
Sok tau banget
ya? Padahal jenis kelamin sang calon bayi kan tidak ditentukan oleh gaya atau
posisi seks yang sorong ke kiri atau sorong ke kanan kayak lirik lagu anak-anak
Potong Bebek Angsa itu, tetapi ditentukan
oleh kromosom yang lebih dominan. Apakah kromosom dari si ibu atau si ayah yang paling dominan. Saya yakin Si Tukang Sorong Kanan Kiri itu pasti dulu dapat merah melulu nilai Biologinya. Bener
nggak sih? Atau jangan-jangan saya yang salah dan dia yang benar. Hmmm....sorong ke kiri atau sorong ke
kanan?
0 komentar:
Posting Komentar