17/03/14

Semangat LI NA Mengukir Sejarah Asia

“Saya berterima kasih kepada suami saya yang sudah mengorbankan banyak hal demi mendampingi saya mengikuti turnamen, memperbaiki raket dan menyediakan minum. Sekarang dia terkenal di China, karena dia beruntung menikahi saya.” 

Begitu sederet kalimat pidato petenis Putri asal China Li Na sesaat setelah mengandaskan mimpi petenis Slovakia Dominika Cibulkova di babak Final Australian Open 2014 dua set langsung 7-6 dan 6-0. Pidato yang sangat ringan dan memancing tawa hadirin.

Itulah sisi lain dari seorang Li Na, yang di atas lapangan selalu terlihat serius dan fokus menanti pukulan bola yang diarahkan lawan untuk menggempur daerah pertahanannya. Sisi yang fun dan entertaining, sisi yang terbentuk lewat pengalaman dan kematangan umur. 

Li Na memang bukan petenis muda lagi, usianya sudah melewati angka 30 tahun, namun semangat juangnya sama sekali tidak kalah dengan petenis usia muda saat bertanding dan saling mengalahkan untuk merebut gelar juara. Terbukti dengan penampilannya yang tenang saat harus meladenin petenis belia Canada Eugenie Bouchard di babak Semi Final, petenis putri yang termasuk dengan prestasi mengkilap akhir-akhir ini dan sedang on fire.

Ini adalah final ketiga Li Na di Australian Open. Sebelumnya dia juga sudah mencapai babak final pada tahun 2011 dan 2013, namun urung merebut gelar Grand Slam pertamanya tersebut karena belum cukup tangguh untuk mengatasi dominasi Kim Clijster (Belgia) dan Victoria Azarenka (Belarusia).

Li Na memang spesial. Di antara deretan petenis Asia seperti Jepang dan China, Li Na termasuk satu-satunya yang paling mengkilap. Dia bahkan beberapa pekan yang lalu berhasil mencetak sejarah sebagai petenis Asia dengan pencapaian rangking tertinggi di dunia, yaitu menduduki peringkat ketiga WTA menggeser posisi Maria Sharapova (Rusia). Pencapaian ini berhasil direngkuh Li Na setelah sukses mencapai babak final turnamen tahunan WTA Championship yang merupakan turnamen akhir tahun yang mempertandingkan delapan petenis putri terbaik dunia. 

Di final, Li Na berhadapan dengan Serena Williams yang di semua rekor pertandingan keduanya, sama sekali belum pernah dimenangkan oleh Li Na. Sukses mencapai babak final pada turnamen ini juga merupakan yang pertama kalinya buat Li Na, karena pada tahun-tahun sebelumnya Li Na kerap gugur di babak-babak pertama.

Berhasil merebut gelar juara Grand Slam Australian Open, otomatis akan membuat Li Na kembali menduduki peringkat ketiga dunia pekan depan, lagi-lagi menggeser posisi Maria Sharapova yang sebelumnya merebut kembali tahta posisi ketiganya dari tangan Li Na setelah mencapai babak final turnamen Brisbane awal Januari lalu. 
Jika prestasi Victoria Azarenka mandek dalam turnamen-turnamen berikutnya, posisi ranking kedua dunianya juga terancam akan direbut oleh Li Na karena sekarang selisih poin mereka hanya terpaut kurang dari 200 poin.

Gelar juara Grand Slam Australian Terbuka 2014 memang adalah gelar juara pertama Li Na di turnamen ini, tetapi secara keseluruhan ini adalah gelar juara Grand Slam Li Na yang kedua, karena pada tahun 2011 Li Na juga sukses merebut gelar juara Perancis Terbuka (Roland Garros) dari juara bertahan Francesca Schiavone (Italy).

Perjalanan Li Na menuju gelar juara memang relatif ‘mudah’. Sejak babak awal sampai final, dia tidak mendapat hadangan berarti, dalam arti harus berhadapan dengan petenis yang peringkatnya lebih tinggi. Tiga petenis dengan peringkat diatas Li Na yang notabene akan menjadi penghalang Li Na merebut gelar juara sudah bertumbangan di tangan petenis lain. Maria Sharapova takluk di tangan Dominika Cibulkova, Victoria Azarenka digulung oleh Agniezska Radwanska (Polandia), sementara Serena Williams secara mengejutkan kalah dari Ana Ivanovic (Serbia). 

Hanya saat babak ketiga Li Na sempat mendapatkan perlawanan sengit dari Lucie Safarova (Ceko), bahkan Li Na nyaris angkat koper lebih awal jika saya tembakan bola Safarova yang sedang dalam posisi match point tidak meleset keluar dari garis pertahanan Li Na.

Pertandingan babak Final antara Li Na dan Dominika Cibulkova memang berlangsung sengit. Keduanya sama-sama terobsesi dengan gelar pertama mereka di turnamen Grand Slam yang digelar paling awal setiap tahunnya. 
Keduanya sama-sama gigih mengejar bola disertai dengan pukulan-pukulan forehand dan backhand yang meluncur tajam ke sudut lapangan yang sulit dijangkau lawan masing-masing. 

Pada game-game awal, Li Na sempat unggul 2-0, tetapi kemudian berhasil disusul oleh Cibulkova sampai pada posisi score 5-5. Li Na bahkan sudah berada pada posisi set point saat kedudukan score 6-5, tetapi keuletan Cibulkova dalam mengamankan daerah pertahannya dari serangan-serangan Li Na dari depan net berhasil menyamakan kedudukan menjadi 6-6. Li Na akhirnya berhasil mengamankan set pertama lewat babak tie break menjadi 7-6.

Jika set pertama berlangsung sengit dimana kedua pemain saling kejar mengejar angka dan saling break serve, maka di set kedua Li Na benar-benar mendominasi. Entah Cibulkova yang mulai kehabisan tenaga atau Li Na yang tidak mau kehilangan momentun, Li Na langsung melaju cepat dengan perolehan score 3-0 dalam durasi yang relatif cepat. Hingga akhirnya Li Na sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Cilbulkova untuk meraih angka dan menutup set kedua dengan 6-0.

Secara mental, Li Na jelas berbeda dengan kampiun Wimbledon tahun lalu Marion Bartoli (Prancis). Bartoli secara mencengangkan memutuskan pensiun dari dunia tenis profesional setelah berhasil meraih gelar Grand Slam pertamanya dengan alasan sudah tidak tahan lagi dengan sakit fisik yang dia derita akibat latihan sehingga ingin mencoba bidang lain yang tidak mengharsukan dia menjalani latihan fisik yang keras. Bagaimana dengan Li Na?

“Saya memang sudah tidak muda, tetapi itu bukan halangan untuk mengukir prestasi-prestasi berikutnya. Saya masih ingin merebut gelar juara lagi, dan untuk mencapai itu tidak ada yang bisa saya lakukan selain kembali ke lapangan untuk berlatih dengan keras dan bertanding dengan tangguh. Menjadi petenis yang sudah berumur tidak memberi pengaruh yang merugikan buat saya, sebaliknya saya menjadi petenis yang berpengalaman,” ujar Li Na dalam jumpa pers sesaat setelah memamerkan tropi juaranya.

Hampir sama seperti Serena Williams, Li Na adalah perwakilan dari petenis senior di sektor putri yang masih memukau. Beberapa petenis putri yang masih aktif saat ini sudah berumur diatas 30 tahun, seperti Flavia Penetta (Italy), Venus Williams (US), Roberta Vinci (Italy), Daniella Hantucova (Slovakia), tetapi rata-rata tidak mentereng prestasi dan sekonsisten Li Na atau Serena Williams. 

Permainan bagus Li Na cenderung konsisten dan selalu berhasil mencapai babak-babak penting dalam setiap turnamen yang di ikutinya. Li Na memang tidak pernah menyatakannya secara terang-terangan, tetapi permainannya di lapangan yang semakin matang dan mengagumkan seiring usia yang juga semakin matang, bisa jadi Li Na juga berambisi untuk menjadi petenis putri nomor satu dunia. 

Melihat pencapaiannya akhir-akhir ini, tentu itu bukan sesuatu yang mustahil dan mudah-mudahan Li Na akan kembali menciptakan sejarah baru. Sebagai sesama orang Asia, saya bangga dengan Li Na.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar