20/04/14

Bully Oh BULLY




Kasus bully sudah akrab dengan saya sejak hari pertama saya masuk sekolah di Sekolah Dasar, tetapi dulu saya belum tau kalau kejadian seperti disebut dengan istilah bully. Yang jelas sejak hari pertama memasuki halaman sekolah sambil digandeng kakak saya yang juga sekolah di SD yang sama, beberapa pasang mata yang tidak ramah sudah langsung mengintimidasi saya. Mulai dari sesama kelas satu sampai kakak-kakak kelas. Mungkin perawakan saya yang seperti anak yang pertumbuhannya terganggu, membuat beberapa anak yang berbakat sebagai bullyer langsung melihat saya sebagai sasaran yang empuk.

Dari kelas satu sampai kelas tiga saya tidak punya teman karena saya terlalu pendiam dan pemalu. Kalau ada yang mengajak berbicara, saya akan langsung melarikan diri karena tidak nyaman berinteraksi dengan orang baru. Pada saat jam istirahat saya lebih suka menyendiri, berdiri dan bersandar di tembok kelas memperhatikan anak-anak lain yang bermain di halaman. Keadaan inilah yang semakin membuat sosok saya semakin menarik perhatian para pelaku bully. Rata-rata mereka adalah orang yang berbadan besar, bertampang brengsek dan bau keringat babi. 

Awalnya mereka akan sekedar menggoda saya dengan cara ikut berdiri di sebelah saya, sekedar membuat saya merasa tidak nyaman. Lalu perlahan menggeser badannya merapat ke badan saya dan mendorong saya dengan kasar sampai terlempar atau kadang jatuh. Namanya anak kecil yang masih takut, saya waktu itu hanya bisa menangis diam-diam. Bisa saja saya menangis kencang-kencang agar menarik perhatian guru dan anak-anak lain dan melihat apa sedang terjadi, tetapi itu tidak saya lakukan karena kecil-kecil saya sudah tau gengsi.
Saya juga bisa saja mengadu sama guru atau kakak saya, tetapi tetap tidak saya lakukan karena saya memang bukan tukang mengadu. Kejadian seperti itu terjadi dan terulang hampir setiap hari, mulai dari sekedar dorong-dorong, memukul saya memakai penggaris, sampai menghina fisik dengan mengatakan kalau saya mirip tuyul saking kecilnya. Perlakukan buruk itu tidak saya terima hanya dari satu orang saja, tetapi lebih dari lima orang sampai beberapa waktu.

Tetapi yang namanya sabar memang ada batasnya. Pernah saya habis kesabaran dan tanpa sadar menonjok wajah pem-bully saya. Awalnya dia hanya mendorong-dorong saya, lalu salah satu temannya memprovokasi dia untuk menyentuh area terlarang di tubuh saya. Tau dong yang mana maksud saya. Pokoknya istilah zaman sekarang sdisebut dengan sex harrasment. Itu yang akhirnya membuat saya lepas kendali. Tangan saya melayang tanpa dia sangka-sangka sehingga tidak sempat menghindar da langsung mendarat tepat di hidungnya. Lalu saya diseret ke dalam kelas dan dihajar habis-habisan. Tetapi karena saya juga bukan type yang diam saja kalau dihajar, maka saya juga balas hajar. Dan anehnya pertempuran dimenangkan oleh saya. Dia berhasil membuat hidung saya berdarah, dan saya juga berhasil membuatnya jatuh sehingga saya bebas merdeka menginjak-injak punggungnya. Dari situ saya belajar bahwa tukang bully itu adalah orang-orang yang payah kalau berkelahi. Mereka mem-bully hanya untuk menutupi kekurangan mereka. Mereka memaksa menunjukkan dominasi mereka agar orang lain tidak berani mendominasi mereka. Intinya para tukang bully itu adalah pengecut yang sok-sok pemberani.

Setelah kejadian berkelahi didalam kelas itu, si tukang bully sudah tidak pernah lagi mengangggu saya, sementara kepercayaan diri saya juga bertambah. Ternyata saya lumayan bisa berkelahi juga. Dia memang masih saja seliweran di depan saya sambil mengirimkan sinyal lewat gerak tubuh seolah dia akan membunuh saya, tetapi toh dia tidak pernah beani dekat-dekat dengan saya karena dia sudah tau kalau saya punya tonjokan yang mematikan. Anak-anak lain yang dulu ikut-ikutan menganggu saya juga sudah tidak berani lagi berurusan dengan saya, mungkin mereka sudah diperingatkan oleh rekan sesama tukang bully yang kemaren saya hajar. Memang benar peribahasa yang mengatakan bahwa ‘jika ingin membunuh kawanan ular, bunuh induknya’. Begitu juga dengan menghadapi komplotan pem-bully, cari tau yang mana pemimpinnya, lalu  hajar di depan anak buahnya. Mengalahkan pemimpinnya berarti mengalahkan mereka semua. Jika pemimpinnya sudah takut kepada anda, maka para umatnya juga.

Pada saat itu juga saya juga sadar bahwa saya menjadi korban bully karena sifat saya yang pendiam, lugu (atau istilah zaman sekarang : unyu-unyu) dan penyendiri. Dan harus saya akui kalau berada dalam posisi korban bully itu rasanya sangat tidak menyenangkan. Kalau mental kita tidak kuat menerima perlakukan itu, kita bisa saja menjadi frustasi atau stress bahkan menjadi pribadi yang rendah diri. Untungnya saya termasuk yang ‘kuat’ dan berani melawan kalau sudah melewati batas toleransi saya. Saya juga tau ada beberapa anak yang bernasib seperti saya sehingga akhirnya mereka ada yang tidak mau sekolah, ada juga yang akhirnya pindah sekolah. Saya sebenarnya sempat terpikir untuk pindah sekolah, tetapi kemudian saya juga sadar kalao di sekolah lain bisa saja ada tukang bully yang mungkin lebih kejam.

Maka ketika naik ke kelas tiga, saya berani mengubah sifat saya. Saya mulai bergaul dan membaur.  Saya mulai berani menyapa duluan teman sekelas maupun kakak kelas, lebih banyak tersenyum dan melucu. Iya, ternyata saya baru sadar kalau ternyata saya bisa melucu. Kadang teman-teman saya tertawa terbahak-bahak saat saya sedang membicarakan sesuatu, padahal saya sedang tidak membicarakan sesuatu yang lucu. Akhirnya saya resmi menjadi anggota sebuah geng cowok di sekolah saya waktu itu. Istilahnya geng cowok paling populer disekolah karena anggotanya terdiri dari anak paling pinter dikelas, anak paling jago berantem di sekolah, anak paling jago menyanyi dan anak yang paling jago bercerita yang semuanya satu kelas. Menurut mereka, saya diterima masuk menjadi anggota karena mereka menganggap saya sebagai anak yang paling jago menggambar. Jadi dari kelas empat sampai lulus SD saya merdeka dari bully karena saya selalu dikelilingi oleh teman-teman saya yang siap pasang badan kalau ada yang macam-macam.

Masuk SMP, saya berpisah dengan teman-teman satu geng saya. Sebenarnya kami diterima di SMP yang sama, tetapi kelas yang berbeda. Dengan kelas yang berbeda tentu sangat susah untuk menjaga hubungan persahabatan dengan intens. Menjaga persabahatan dengan sahabat dari kelas yang berbeda sama susahnya dengan menjaga hubungan Long Distance Relationship. Pada akhirnya kita jalan sendiri-sendiri sebelum akhirnya saya menemukan sahabat-sahabat baru. 

Ayah saya yang menjadi guru ditempat saya sekolah bukan jaminan saya bebas dari bully. Kadang saya pernah menyesali kenapa Tuhan mengaruniakan tubuh yang kurus kecil ini kepada saya sehingga banyak orang yang tidak bisa cuek dengan eksistensi saya. Pokoknya dulu, sepertinya anak-anak lain tidak merasa tenang hidupnya kalau tidak menganggu saya. Mulai dari topi yang dibawa kabur, celana yang ditarik-tarik, dibopong-bopong seperti membopong anak kucing, diledek mirip Unyil dan lain-lain. Bahkan saat upacara bendera saja selalu saja ada yang memperhatikan saya kemudian berbisik-bisik dengan siswa dikanan kirinya sambil terkekeh-kekeh. 

Untung hal-hal yang seperti itu saya masih bisa cuek. Tetapi ada satu hal yang tidak bisa saya terima, yaitu ketika ada dua orang kakak kelas saya menyinggung soal ayah saya. Merekaawalnya hanya meledek tubuh saya yang katanya kecil seperti tuyul. Karena mungkin saya cuek saja, mereka switch to plan B : membuat sebuah candaan kampungan dengan objek ayah saya. Saya tidak tau apakah mereka pernah dihukum atau dijewer ayah saya sehingga mereka begitu benci dengan ayah saya, tetapi jelas apa yang mereka katakan itu benar-benar membuat saya mengamuk. Kesalahan fatal mereka adalah, mereka mengejek ayah saya langsung di depan saya. Meledek seperti apa? Biarlah hanya saya dan teman-teman sekelas saya yang tau. Yang jelas sangat menyakitkan hati. Karena waktu itu mereka mendatangi saya ke kelas dan mengejek ayah saya di depan teman-teman sekelas saya. , maka saya langsung mengejar mereka seperti anjing gila. 

Kemarahan membuat saya seperti memiliki kekuatan super, apalagi teman-teman sekelas saya juga menyoraki memberi semangat, sehingga saya seperti memiliki energi berlebih untuk memburu mereka ke seluruh penjuru sekolah, keluar masuk kelas, melompati pagar dan jendela, naik turun meja hingga akhirnya saya berhasil meringkus salah satu dari mereka dan menghajarnya di sudut lapangan. Anehnya saat saya pukuli, dia sama sekali tidak melawan. Seolah dia sadar bahwa dia memang layak mendapatkannya. 

Kejadian ini sempat membuat heboh seluruh sekolah karena terjadi pas jam istirahat. Saya langsung disamperin ayah saya dan PLAK….pipi saya ditampar di depan teman-teman saya dan banyak siswa-siswi lain di sekolah. Ayah saya mengira bahwa saya yang berandalan dan cari masalah dengan cara memukuli anak-anak lain.

“Jangan kamu pikir karena bapakmu guru disini maka kamu boleh berbuat sesuka hatimu ya”, ujar ayah saya waktu itu. Dan memang sampai sekarang ayah saya tidak pernah tau bahwa saya melakukan itu untuk membela beliau, dan saya juga memang tidak pernah menjelaskannya kepada ayah saya. Yang jelas saya merasa bangga saya bisa membela beliau meskipun ayah saya tidak menyadarinya.

Belakangan anak yang saya pukuli itu berubah menjadi cari-cari muka sama saya, seperti menebus dosa. Saya dipinjami kamus, alkitab dan buku textbook tanpa saya minta bahkan meskipun saya tidak butuh. Lalu dia juga cerita kalau temannya yang dulu ikut mengejek ayah saya sudah pindah sekolah karena takut saya pukuli seperti dia dulu. Soalnya mereka tadinya tidak menyangka kalau dibalik perawakan saya yang seperti tuyul, ternyata ada kekuatan macan lapar. Mendengar itu saya jadi merasa bersalah, soalnya saya kasihan sama orangtuanya yang mungkin jadi kerepotan mengurus kepindahan anak tengilnya itu. Apalagi saya tau bahwa dia berasal dari sesama keluarga miskin seperti saya.

Masuk SMA, perawakan saya masih saja kecil. Jangan-jangan pertumbuhan badan saya memang benar-benar terganggu. Pernah saat sedang jalan sendirian berangkat kesekolah, saya berpapasan dengan segerombolan anak-anak SD. Beberapa dari mereka bahkan bertubuh sedikit lebih tinggi dari saya. Dan coba tebak apa yang terjadi? Mereka menantang saya berkelahi. 

Tetapi naik ke kelas dua, Puji Tuhan...pertumbuhan tubuh saya mulai menunjukkan hasil yang signifikan. Meski mungkin termasuk siswa yang paling muda di sekolah (saya masih berusia 14 tahun saat duduk dikelas 1 SMA) tetapi tinggi badan saya sudah sejajar dengan mayoritas anak-anak SMA yang lain. Satu-satunya bully yang saya alami adalah dari pegawai sekolah saya. Entah kenapa dia suka mempermasalahkan segala sesuatu yang ada pada saya. Dia pernah mengancam akan melaporkan warna sepatu saya kepada guru BP. Pada saat itu saya memakai sepatu warna coklat padahal peraturan disekolah semua siswa wajib memakai sepatu warna hitam. Padahal saya sudah minta izin kepada guru BP karena sepatu saya yang warna hitam yg sebelah kiri hanyut di sungai kemarin sore. 

Pernah saya dan beberapa teman saya terlambat masuk sekolah sehingga terpaksa memanjat pagar tapi ternyata kepergok  dia. Teman-teman saya disuruh pergi, sementara saya disuruh tinggal untuk dibentak-bentak.

Pernah juga kejadian dia tiba-tiba mendorong saya sampai jatuh karena saya balas memaki dia (tapi saya sudah lupa gara-gara persoalan apa). Sebelum saya sempat berdiri dan balas menerjang, tiba-tiba saja beberapa siswa yang sama sekali bukan teman akrab saya langsung mendorong dia dan bilang “Heh, kalau berani lawan saya dong, jangan dia”. Wah, ternyata ada yang mau membela saya.

Kita harus sadar bahwa bully ada dimana-mana dan tidak bisa dihindari. Diri kita sendirilah yang harus di’perkuat’ secara mental (dan kalau boleh, juga secara fisik) agar bisa mematahkan dominasi para pelaku bully saat terjadi perang mental. Menjadi korban bully sejak SD jelas sudah membentuk mental saya menjadi lebih kuat dan siap menghadapi bully, tetapi tentu saja secara fisik saya masih kurang. Maka begitu lulus SMA dan kuliah saya langsung ikut club Tae Kwon Do.

Pelaku bully tidak bisa dibiarkan tetapi juga tidak bisa dilarang. Keinginan untuk membully itu adalah sebuah kebutuhan buat mereka. Karena berhubungan dengan mental, maka attitude –nya itu susah untuk diubah atau dihilangkan. Bisa saja untuk semntara dia berhenti, tetapi nanti dia pasti akan melakukannya lagi karena memang dia butuh untuk melakukannya. Jadi buat anda yang tidak ingin menjadi korban bully, tekankan dalam diri anda bahwa pelaku bully ini adalah pengecut yang menyamar menjadi pemberani. Jangan pernah biarkan, tetapi lakukan perlawanan. Karena sekali saja anda menunjukkan bahwa anda tidak selemah yang dia sangka, maka dia tidak akan menganggu anda lagi dan tentu saja dia akan mencari korban yang lain. Saya sudah bilang kalau mereka ini memang tidak akan berhenti. Mem-bully itu sebuah menjadi panggilan dan pilihan hidup mereka.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar