Pernah
nonton sinetron Indonesia yang bertema anak sekolahan, nggak? Pasti sudah tau
kalau konflik yang dibangun di antara tokoh-tokohnya tidak jauh-jauh dari
rebutan pacar dan sirik-sirikan. Ya, sebelas dua belas-lah dengan sinetron
Korea. Harap maklum, karena memang kiblatnya memang itu.
Pernah
nonton serial TV asing yang berjudul Gilmore’s
Girl? Setting dan ceritanya
hampir sama, tentang anak-anak sekolahan. Tetapi di Gilmore’s Girls, konflik yang berkembang adalah persoalan seputar
nanti lulus SMA mau melanjut ke mana, kompetisi menjadi ketua OSIS, berlomba
menjadi lulusan terbaik agar diterima di universitas dambaan hati. Pacaran sih
pacaran, kadang malah sering ribut selain romantis, tetapi fokus konfliknya
tetap pada sisi edukatifnya.
Itu
adalah salah satu contoh perbedaan serial TV karya orang asing dengan karya
bangsa sendiri. Saya nggak mau menghakimi SDM Indonesia untuk industri hiburan.
Saya yakin banyak yang punya otak jenius dan kreatif, tetapi tidak bisa berbuat
banyak karena disetir produser atau siapalah sang cukong produksi. Tetapi
memang harus diakui bahwa SDM asing memang jauh lebih unggul dibanding SDM
asing. Nggak usah munafik, banyak buktinya kok. Misalnya di industri musik,
film, acara televisi dan lain-lain.
Yang
bikin acara TV asing itu asyik adalah mereka mendidik pemirsanya dengan cara
menghibur. Jadi sisi edukasinya dikemas dalam bentuk lain, entah itu talkshow, serial TV atau dokumenter.
Jadi tanpa sadar pemirsanya belajar sambil menikmati hiburan.
Misalnya
nih ya, saya penggemar serial TV Law
& Order SVU. Selain saya memang penggemar cerita detektif-detektif’an,
serial ini juga banyak membagi-bagi ilmu, terutama dalam bidang kriminologi.
Bahwa kriminologi itu bukan hanya sekedar hitam putih, jika si A benar maka si
B salah. Kriminologi itu kompleks, nggak boleh asal percaya. Bahkan kadang prejudice yang tadinya masuk akal, malah
akhirnya nggak masuk akal setelah terkumpul banyak bukti dan kesaksian.
Kemarin
itu Law & Order SVU ini mengangkat
tema tentang Paedofilia. Dalam
bayangan kita, pasti kita akan menggambarkan bahwa ada orang dewasa yang
mengeksploitasi anak di bawah umur secara seksual. Padahal kasus Paedofilia ini
banyak faktornya. Bukan hanya orang dewasa saja yang terobsesi sama anak kecil,
tetapi ada juga anak kecil yang memang terobsesi sama orang dewasa sehingga
memicu terjadinya aksi paedofilia ini. Misalnya karena di rumah kurang kasih
sayang, sering dibentak, dicuek’in, disalahkan melulu. Akhirnya si anak mencari
shelter dalam diri orang lain yang
notabene seorang stranger yang bisa
memberi kebutuhan akan perasaan secured
itu.
Contoh
lain adalah serial TV (favorit saya juga) Grey’s
Anatomy. Mungkin secara moral (aduh, jadi ngomongin moral) memang ahlak
para tokoh dalam serial ini kampret banget. Sedikit-sedikit ciuman di selokan,
sedikit-sedikit tindih-tindihan di pengkolan dengan siapa saja sesuai selera.
Sudah kayak ayam saja. Tetapi secara edukasi, serial ini sangat banyak berbagi
ilmu. Tentu saja bukan ilmu seksualitas, tetapi ilmu kedokteran. Dari menonton
serial ini saya belajar banyak mengenai anestesi (yang ternyata tidak boleh
sembarangan digunakan), first aid,
pentingnya menjaga emosi dan spirit pasien supaya obat bisa bekerja efektif.
Belum lagi narasi di awal dan akhir di tayangannya sangat inspiratif, sama
seperti serial TV Desperate Housewives.
Desperate Housewive juga bagus narasinya
dan ceritanya, tetapi akting para tokoh-tokohnya menurut saya agak lebay.
Ada
lagi satu serial TV favorit saya, bukan film, tapi reality show berjudul Bondi Vet. Acara ini membahas habis
hiruk pikuk aktifitas di klinik hewan, kecelakaan yang sering menimpa hewan
peliharaan, penyakit yang sering di derita hewan di kebun binatang dan hewan
ternak, lengkap dengan cara pengobatannya. Jadi di acara ini wajib banget ada
adegan kucing atau anjing atau ular di bedah untuk operasi jantung, hati,
ginjal dan lain sebagainya. Betapa hewan itu diperlakukan sama pentingnya dengan
manusia.
Yang
menggelikan, mereka pernah menemukan kasus tikus yang kena tumor. Kalau kita
mungkin nggak akan peduli atau bisa saja langsung membuang tuh tikus ke got.
Tetapi mereka enggak. Si tikus di bawa ke ruang operasi, di-rontgen segala untuk melihat posisi
tumor apakah memahayakan pembuluh darah atau tidak, lalu dibedah. Tikus lho, tikur
warna hitam yang di Indonesia mungkin di anggap hama...bukan beruang panda yang
notabene hewan langka dan berharga.
Buat
mereka, setiap kehidupan itu berarti dan berharga tak peduli apakah bentuknya
manusia, hewan atau tumbuhan. Sangat inspiratif sekali. Ironis banget kalau
dibandingkan dengan kejadian pembataian anjing-anjing ras tempo hari di Bali
oleh pemerintah daerah Bali, seolah anjing-anjing mahal itu nggak ada harganya
sama sekali. Well, mungkin pemerintah
disana berpikiran pendek. Ya, maklumlah. Padahal bisa saja kan ada Dog Shelter yang mau menampung
anjing-anjing yang tidak diakui oleh para pemiliknya karena didatangkan ke Bali
secara ilegal. Tapi mereka terlalu malas mencari tau. Dasar kutu kupret memang.
Maaf, saya jadi emosi.
Intinya
adalah, saya berharap kita mau mendidik diri sendiri lewat tontonan televisi.
Acara-acara hiburan TV nasional kita saat ini lebih cenderung membodohi pemirsa
dengan lawakan dan celoteh-celoteh kosong. Kita tidak dapat apa-apa selain
seringai segaris. Memang benar kata pepatah ‘ada harga, ada mutu’. Kita memang
akan membayar biaya bulanan jika berlangganan TV Kabel yang menawarkan
channel-channel edukasi yang menghibur), tapi percayalah bahwa itu worth it banget.
Apalagi
sekarang kan lagi marak promo TV Kabel dengan harga terjangkau dengan aneka paket
pilihan. Mari tunjukkan kepada pemilik televisi Indonesia bahwa kita sudah muak
dengan acara-acara bodoh mereka. Jika kelak rating mereka turun, mereka akan
sadar bahwa acara-acara bodoh mereka memang hanya untuk orang bodoh, sehingga
nantinya mereka akan kepikiran untuk membuat acara-acara yang berbobot.
Saya
bukan lagi promosi TV Kabel lho, tetapi memang niat pengen berbagi. Toh, baca
sendiri kalau saya tidak menyebut merek kan?
0 komentar:
Posting Komentar