10/04/14

KEDAI 1001 MIMPI - Vabyo, Si TKI Pemberani



Kedai 1001 Mimpi karya Valiant Budi juga adalah buku yang membuat saya tergila-gila. Valiant Budi punya nama panggung Vabyo. Kok bisa Valiant Budi menjadi Vabyo? Aduh, jangan tanya saya. Bukan saya yang punya nama dan bukan saya pula yang kasih nama.

Awalnya saya mendapat buku ini dari abang saya. Karena dia tau saya baru diterima bekerja di restoran, maka dia merekomendasikan buku ini  untuk saya baca. Katanya, siapa tau saya juga bisa menulis buku seperti Vabyo yang menceritakan pengalamannya bekerja di cafe. 

Lha, gila apa? Menulis buku? Bekerja di restoran mah outcome-nya prestasi kerja dan gaji gede, bukan malah menulis buku. Lagian apa coba yang mau diceritakan dari lingkungan kerja semacam cafe atau restoran? Nunggu tamu, melayani tamu, menerima pembayaran, trus kasih senyum palsu saat tamu pulang.

Sebagai seorang yang sejak kecil memang hobby baca buku, saya termasuk yang punya kelainan. Yes, I judge book by its cover.  Sudah berapa kali tuh kejadian saya beli buku gara-gara jatuh cinta sama cover-nya. Kalaupun ternyata isinya kampret, saya nggak merasa rugi-rugi amat karena saya menikmati cover-nya banget.

Cover-nya sih lumayan kece, bernuansa coklat-coklat bulu merpati gitu, meskipun gambarnya sedikit ganggu. Eh, sebenarnya bukan gambarnya yang ganggu, tapi eskpresi karakter wajah yang nangkring pada gambar gelas plastik di sampul buku. Coba deh liat ekspresinya, pengen langsung nyiram pakai kopi aja saking nyebelinnya.
Tadinya saya pikir itu karikatur dari penulisnya, yaitu Vabyo. Tapi setelah diperhatikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, lha ini kan wajah kelinci. Eh, apa unta ya? Atau blasteran  kelinci dengan unta? Atau kombinasi kelinci + unta + Vabyo? Wuihhhh, jahat benar saya ya, menuduh penulisnya punya tampang seperti itu. Belakangan saya tebak, mungkin itu maskot cafe tempat Vabyo bekerja yang bernama Sky Rabbit. Nama yang aneh.

Pada bagian sampul ada tulisan Kisah Nyata Seorang Penulis Yang Menjadi TKW. Oh sorry, bukan TKW, tetapi TKI. Mungin saya memang King of Skeptis, karena begitu membaca tulisan itu saya langsung ‘yahhhhh, kisah TKI’. Paling juga cerita tentang drama-drama berangkat dari kampung, ngumpul di agen penyalur, di kirim ke Arab, disiksa, lalu pulang ke tanah air dalam keadaan babak belur penuh luka dan nestapa. Jangan salahkan saya ya, mayoritas cerita tentang TKI yang kita baca di koran dan tonton di televisi kan memang rata-rata seperti itu.

Tetapi tetap saja nih tangan gatal membuka lembar demi lembar halaman, ngapain lagi kalau bukan untuk melihat Daftar Isi, seperti biasa mencari judul-judul bab yang ‘menjurus’ dan menggugah birahi. Eh busyet, judul-judulnya emang provokatif banget : “Diperkosa Pasir” (Ini sekuelnya film Diperkosa Setan kali ya?), Hengkang Tegang (Duhh, apanya ya yang tegang? Saya jadi ikutan tegang), Firasat Bejat (Ahayyyy, bejat. Saya suka itu), Botol Kecap dan Kue Apem (Nah lho, ini pasti kode untuk alat esek-esek yang itu), Kisah kelam (Uhhh, jadi ingat masa lalu), Tertangkap Basah (Aseeekkkk...), Bahasa Kotor & Penari Tiang (What? Penari Tiang? My dream job nih).

Ahhhh, semuanya seru kayaknya. Akhirnya saya memilih, bab berjudul Botol Kecap dan Kue Apem, sambil berdoa sungguh-sungguh semoga ceritanya bukan benar-benar tentang botol kecap dan apem beneran. Kalau itu sih, apa serunya, Tante? Ya, saya memang mesum. Paham?

Membaca bab nomor 12 yang berada di halaman 133 itu malah membuat saya bingung. Tiba-tiba Vabyo sudah janjian ketemu sama seseorang bernama Yuti. Yuti siapa? Tukang balon? Lalu ada kalimat “aku niat masuk kerja sore ini”? Kerja dimana? Kenapa sore? Ini dimana?

Tidak seperti membaca buku The Naked Traveler-nya Trinity yang bisa pilih suka-suka mau baca bab yang mana dulu, karena masing-masing bab berdiri sendiri, maka membaca buku Kedai 1001 Mimpi ternyata harus membaca dari bab awal secara berurutan sampai akhir, karena cerita dari dalam setiap bab saling berhubungan dengan bab yang lain.
Plot dan konflik berkembang perlahan-lahan dalam setiap bab demi bab. Kampret nih, kita dipaksa untuk membaca secara sistematis dan one step at time. Bagus sih, bukunya 'mendidik' agar kalau melakukan sesuatu harus onderdil eh, orderly. Daripada pusing mikirin siapa Yuti dan atas dasar apa mereka berada di tempat bernama Al Rahmania Mall, saya akhirnya balik kanan untuk memulai membaca dari bab awal saja.
Sialan, belum apa-apa, Vabyo sudah sok mulai mengatur hidup saya. Padahal kenal juga enggak. Huh!

Bab pertama judulnya Babu Idol. Waduhhhh, ini kok kayak buah simalakama ya.  Sepintas terdengar keren sih, semacam ambience Indonesia Idol, American Idol atau apalah yang ada embel-embel idol-nya. Tetapi kata ‘babu’-nya itu lho. Masa iya, ada kontes bakat khusus untuk para babu. Ternyata enggak. Saya juga bingung kenapa dikasih judul Babu Idol. Tetapi yang jelas kisah di bab pertama ini sudah langsung membuat saya senyum-seyum simpul. Eh, senyum-seyum simpul itu seperti apa sih sebenarnya. Saya cuma sekedar nulis aja, tapi tidak tau artinya.

Ceritanya tentang Vabyo yang sedang interview kerja. Beneran, saya seperti melihat diri saya sendiri. Suka banget sama jawaban-jawaban Vabyo saat di-interview. Saya ini banci interview. Pokoknya dari puluhan interview kerja yang pernah saya ikuti, saya selalu lolos karena jawaban-jawaban saya yang  penjilat banget dan pede abis. Tetapi kemudian ditendang saat pembicaraan soal gaji. Saya minta gaji 100 juta sih.

Lanjut ke bab-bab selanjutnya, cerita bergulir asyik mengenai hari pertama bekerja, lengkap dengan hiruk pikuknya. Serius beneran, saya bisa merasakan apa yang Vabyo alami di hari pertama kerjanya di Arab sono. Saya bersyukur apa yang saya alami di hari pertama kerja di restoran tidak separah apa yang dialami Vabyo. Sama seperti Vabyo, saya juga langsung ketemu ‘musuh’ di hari pertama kerja, sesama karyawan. Bedanya saya bisa  langsung menghajar musuh saya di TKP saat dia macem-macem sama saya. Kalo Vabyo kan harus pikir-pikir dulu. Negeri orang, man! Salah hajar, bisa-bisa dia yang kena hajar.

Saya hitung-hitung, buku Kedai 1001 Mimpi (K1001M) ini ada sekitar 443 halaman. Busyet, Vabyo benar-benar curhat habis-habisan. Tetapi dengan gaya penulisan dan cara bercerita a la Vabyo ini, buku dengan ribuan lembar sekalipun saya tidak akan keberatan membaca. Saya bisa menangkap kalau Vabyo memikirkan betul kalimat demi kalimat yang dia tulis, sehingga benar-benar terpapar sempurna.

Pada beberapa kalimat, saya menemukan puluhan kalimat dengan padanan kata mirip pantun, tetapi bukan pantun. Bingung nggak loe? Jadi begini lho, misalnya : pria atletis yang hobby pamer betis, supirnya yang sesat – tetapi aku malas berdebat -  yang penting sampai dengan selamat, dan lain-lain, dimana kata pertama dengan kata kedua disengaja ber-rima. Yang jelas untuk membuat kalimat dengan padanan kata seperti itu pasti tidak bisa diciptakan sambil nguras bak mandi atau gali sumur, tetapi pasti dipikirkan sambil bengong-bengong jorok dulu. Kreativitas yang sangat menyegarkan dunia literasi.
Vabyo emang kece, Tante! Cobalah...

Membaca K1001M tak hanya membuat saya mengerti suka duka TKI yang bekerja di rantau orang, apalagi di negara yang terkenal sentimen dengan orang-orang dari negara kita. Saya berkali-kali tersenyum pada satu bab, lalu terbahak-bahak pada bab berikutnya, tercekat dalam bab selanjutnya, sesak nafas pada bab setelahnya, lalu kembali lagi senyum-senyum pada bab-bab di belakangnya. Seperti nonton film dengan unsur komedi dan tragedi silih berganti yang membuat penonton menangis dan juga tertawa, padahal masih menonton film yang sama. Ada nggak sih film seperti itu? Kalau buku sih ada, yaitu K1001M ini.

Misalnya pada bab berjudul Permisi, Misi (yang ada foto selfie Vabyo sedang memakai gutra, kain penutup kepala a la cowok-cowok Arab, sambil mengunyah kelima jarinya) ada dialog dimana salah satu karyawan di Cafe yang merupakan pemuda setempat keceplosan mengucapkan kalimat ‘Wah, kamu Indonesia yang pintar” kepada Vabyo.

Jujur, saat membaca kalimat tersebut saya langsung jleb. Maksudnya apa? Mungkin sepintas akan terdengar seperti pujian, tetapi sebenarnya itu adalah sarkasme. Seolah-olah orang Indonesia yang pintar itu barang langka. Dan ketika membaca rentetan tulisan-tulisan selanjutnya, saya menarik nafas lega. Ternyata Vabyo juga merasakan hal yang sama.

Saat membaca kalimat curhat Vabyo : “Mungkin ini berlebihan, tetapi hatiku sedikit menggeser Antonio dari deretan khusus teman baik”, bulu kuduk saya langsung merinding. Dia merasakan apa yang juga saya rasakan dan dia juga melakukan apa yang akan saya lakukan jika berada di posisi yang sama.
Terima kasih, Vabyo.

Tetapi kisah selanjutnya alamaaaaakkkkkk...mati aku! Sumpah, saat Vabyo bercerita tentang kasus ‘gamis yang tersingkap’ ini, saya sempat tertegun anggun sambil membakar diri pakai api unggun dan kemudian tertawa terbahak-bahak. Parah banget nih si Vabyo. Masa yang begitu-begitu juga diceritain. Saking terbahak-bahaknya, saya sampai berhenti membaca bukunya dulu selama beberapa saat karena membayangkan jika saya yang mengalami kejadian seperti itu. Sampai sempat terbengong-bengong pula lho, antara kaget dan panik. Saya yang membaca aja trauma, apalagi Vabyo yang mengalami sendiri ya.
Untung Vabyo mentalnya kuat, kalau saya mungkin sudah pura-pura mati di tempat. Kisah seperti  apa sih? Yang sudah baca buku ini pasti sudah tau. Yang belum baca, baca aja deh, soalnya kalau saya ceritain disini entar malah jadi spoiler. Ya elahhh, film kali pake spoiler.

Seru membaca ceritanya Vabyo. Dia itu lucu, tetapi bukan lucu yang maksa. Lucunya kreatif dan sangat khas cowok. Saya yakin beberapa kejadian lucu di buku ini ada beberapa yang bisa bikin pembaca mati ketawa jika yang pembacanya kebetulan berjenis kelamin cowok. Buat pembaca cewek mungkin juga terasa lucu, tetapi akan lebih lucu lagi kalau yang baca cowok. Ngerti nggak sih maksud saya? Masak gitu aja nggak ngerti?

Salah satu cerita yang membuat saya ingin menangis adalah saat Vabyo akhirnya ketemu kabayan-nya, maksudnya sesama orang Indonesia. Terus diceritain bahwa pernah ada kejadian seorang perempuan Arab pacaran dengan seorang pemuda. Mereka pernah bikin foto bareng, foto nya sih biasa saja, yang sebatas tampak dua muka dalam satu frame. Trus, suatu saat mereka putus. Mungkin karena tidak terima diputusin atau tidak rela si gadis jadi milik orang lain, si pria menyebarkan foto tersebut.
Buat kita mungkin seharusnya itu bukan masalah, wong cuma foto biasa. Tetapi apa yang terjadi? Pihak keluarga si gadis marah besar. Marahnya bukan kepada si pemuda, tetapi kepada si gadis. Hukumannya adalah si gadis diseret ke tengah padang gurun dan dibakar hidup-hidup oleh  kakak laki-lakinya sendiri. Kakak laki-lakinya sendiri lho. Ini gila!

Saya bahkan sampai shock luar biasa. Saya tidak bermaksud lebay, tetapi pas membaca bagian yang ini, bukunya langsung saya tutup dan tidak berani lanjut membaca lagi. Harap maklum, berita tentang kejadian buruk yang menimpa kaum perempuan dan anak-anak memang sangat menganggu saya.
Ya, saya adalah lelaki sekaligus bapak rumah tangga yang baik. Lha, kok jadi jual diri begini.

Tetapi toh saya tidak betah pundung berlama-lama. Kejadian itu memang benar nyata, tetapi  itu terjadi di negara lain. Ini membuat saya bersyukur saya tidak harus menyaksikan kejadian seperti ini terjadi di Indonesia. Dan memang betul, bab demi bab  K101M ini memang bikin ketagihan. Meskipun cerita dalam setiap bab saling sambung-menyambung dengan bab sebelum dan bab selajutnya, tetapi setiap bab ada kejutannya masing-masing.

Yang saya suka, Vabyo ini mengajarkan pembaca untuk punya kepribadian dan sikap, meskipun berada di negeri orang dan cenderung dipandang rendah. Tentu saja bukan menjadi petantang-petenteng minta disembelih, tetapi harus tunjukin bahwa tidak semua orang sama meskipun berasal dari negara yang sama.

Dari Vabyo kita belajar bahwa menjadi minoritas bukan berarti pasrah ditindas. Selama merasa benar, tetap tegakkan kepala. Dan yang paling penting adalah harus punya ‘ini’ **saat saya menulis kata ‘ini’, bayangkan saja saya sedang mengetuk-ngetuk kening dengan ujung jari telunjuk**.  
Kesan yang saya tangkap dari keseluruhan bab di buku ini adalah, Vabyo secara perlahan-lahan mulai mendapat respek dari orang-orang sana karena dia punya pengetahuan, naluri survivor, kepribadian, berani menunjukkan sikap dan tentu saja kemampuan bahasa Inggris yang baik.

Saya sendiri juga pernah mengalami bahwa banyak negara yang masih menganggap orang-orang Indonesia itu tidak bisa berbahasa Inggris, lalu mereka jadi anggap sepele karena mikir bakal susah diajak komunikasi dan interaksi sehingga berpotensi mengakibatkan miskomunikasi. Gila kan? Masa gara-gara dianggap nggak bisa bahasa Inggris, trus dikasih cap terbelakang. Enak saja!

Saat restoran saya kedatangan tamu bule, mereka sering bertanya apakah saya orang Malaysia atau Thailand hanya karena saya bisa berbahasa Inggris. Haduhhh, Indonesia tidak seprimitif itu kali. Kami sudah belajar bahasa Inggris sejak SD tau. Gue kepret, miskin loe!

Saya jadi berpikir, seandainya semua TKI yang kira kirim  ke luar negeri (entah itu Arab, Hongkong, Malaysia dan yang sebangsa(t)-nya) tapi kwalitasnya seperti Vabyo ini, mungkin tidak akan ada cerita TKI yang pulang-pulang sudah babak belur atau terancam hukuman mati. Saya yakin TKI kita menjadi kaum yang tertindas di luar sana, ya karena mereka berada dalam posisi yang empuk untuk ditindas, dalam arti tidak punya kemampuan untuk berkomunikasi karena kendala bahasa, tidak punya pengetahuan dan keahlian, pasrah menjadi kaum minoritas sehingga terima saja saat dilecehkan dan dipandang rendah yang membuat para bullyer semakin merasa di atas angin.

Seandainya saya agen penyalur TKI, maka buku K1001M karya Vabyo ini akan saya wajibkan dibaca oleh semua calon TKI sebelum berangkat. Saya saja yang tidak punya peluang untuk menjadi TKI sangat terinspirasi setelah membaca buku ini, apalagi mereka yang beneran TKI.

Untungnya, keseluruhan kisah hiruk pikuk kerja di Arab ini happy ending. Buktinya, Vabyo akhirnya pulang ke Indonesia masih dalam keadaan utuh, masih tinggi, masih besar, bahkan jadi penulis kondang. Bukan cuma menulis buku, tapi juga menulis lagu. Tidak percaya? Ya, saya juga tidak percaya. Lho?!

Ada satu kisah dalam buku ini yang membuat saya tersentuh dan sangat menonjok sisi nasionalis saya. Saat seorang  warga negara asing menyelutuk bahwa Indonesia adalah negara yang sangat miskin dan bilang ke Vabyo bahwa pulang ke Indonesia adalah hal yang konyol, Vabyo melakukan pembelaan dengan sangat elegan, tetapi pasti sangat meninju bagian peranakan orang yang melecehkan Indonesia itu. Mau tau jawaban Vabyo?

“Semua kebusukan di negara saya juga ada di negara lain. Tetapi keindahan yang ada di Indonesia belum tentu ada di negara lain”.

Ahhh, tiba-tiba saya jadi cinta lagi sama Indonesia. Lho, emang selama ini udah enggak?


Catatan :
Ternyata Valiant Budi menjadi Vabyo itu memang masih nyambung kok. Nama lengkapnya kan Valiant Budi Yogi, jadi disingkat Vabyo. Va dari Valiant, B dari Budi dan Yo-nya dari Yogi. Hahaha, pakai dibahas segala.

Saat ini Vabyo sedang mempersiapkan seri yang kedua Kedai 1002 Mimpi. Hmmmm...., siap-siap buat ketawa-ketiwi sambil nangis-nangis lagi.

Share:

1 komentar:

  1. Aw, this was an extremely good post. Spending some time and actual effort to make a
    superb article… but what can I say… I procrastinate a lot and don't seem to get anything done.



    Also visit my web page; Hearthstone Heroes of Warcraft iOS download

    BalasHapus