Zaman
serba internet memang telah membuat segalanya menjadi praktis dan instant. Jika
ingin menonton film favorit, coba search
di Youtube, mudah-mudahan ada. Mau
menonton video clip musik favorit, search
saja di Youtube pasti ada. Mau dengar
lagu favorit, googling aja lalu download. Semuanya gratis dan nggak pake
ribet.
Saya
adalah generasi yang tumbuh di era 90’an. Era dimana musik dan acara TV sedang
bagus-bagusnya. Masalahnya, dulu belum segampang sekarang. Dulu belum ada
internet, belum ada Youtube. Jadi
kalau mau nonton film, ya harus ke bioskop, beli tiket dan nonton.
Mau
nonton video klip musik favorit, harus nunggu seminggu karena acara TV yang
menayangkan acara musik yang menampilkan video-video klip musik mancanegara
hanya tayang seminggu sekali. Benar-benar menguji kesabaran banget. Kalau sekarang, sepertinya bisa melihat mereka setiap hari. Karena masing-masing televisi punya acara dengan konsep yang sama : acara musik berbalut cela-cela'an antar pembawa acara, lalu si artis menyanyi ditingkahi penonton-penonton remaja alay yang berjejer di panggung, melambai-lambai tanpa nyawa.
Mau
dengar lagu favorit, harus beli kasetnya. Ya, k.a.s.e.t! Media rekam yang
berbentuk kotak kecil pipih berisi gulungan pita-pita itu. Dulu belum ada yang
namanya kaset bajakan, karena tegnologi untuk menggandakan kaset hanya baru
dimiliki perusahaan rekaman saja. Jadi nggak heran kalau seorang artis lagunya
laku, pasti langsung kaya raya. Karena kalau misalnya kasetnya terjual sejuta copies, itu artisnya memang benar-benar sejuta
copies ludes-des-des, tanpa ada catatan
kaki : 300 ribu copies bajakan, 250 ribu copies bonus ayam goreng, 450 ribu download ilegal.
Atau
mau tau informasi paling mutakhir dari artis idola. Zaman dulu belum ada website. Jadi satu-satunya andalan
adalah tabloid hiburan yang juga terbit seminggu sekali. Itu juga tidak selalu
ada setiap terbit, kadang baru bulan depan ada informasinya. Ribet memang,
tetapi nah...justru disitulah letak keseruannya. Kita menjadi lebih menghargai
apa yang telah kita dapatkan sehubungan dengan pernak-pernik idola kita.
Mau
kontak dengan idola. Sekarang sih sudah ada Twitter
dan Facebook. Tinggal follow atau add friend, sudah beres. Setiap hari kita akan mendengar artis idola
berceloteh atau share sesuatu di situ.
Itu saja rasanya sudah wuahhhhhhh...
Kalau
dulu? Satu-satunya cara ya kirim surat. Trus, banyak-banyak berdoa supaya dapat
balasan. Biasanya kalau mendapat balasan, surat balasan dari si artis juga akan
disertai dengan foto dan tanda tangan si artis. Terdengar kuno, tetapi priceless banget karena ada usaha untuk
melakukannya. Kebayang asisten si artis harus repot-repot masukin surat dan
foto ke dalam amplop, lalu pergi ke kantor pos demi untuk menyenangkan hati
kita. Bukan kayak sekarang, kirim email
atau nge-tweet yang bahkan bisa
dilakukan sambil kayang dan mata tertutup.
Karena
tidak gampang mendapatkan apa yang kita mau, kita jadi cenderung menghargai
benda-benda milik kita. Misalnya, saya sampai sekarang masih meyimpan artikel
artis idola saya guntingan koran dan majalahnya sudah berumur dua puluh tahun.
Kaset-kasetnya juga masih saya simpan rapi dan dalam kondisi bagus. Namanya
juga dulu harus nabung dulu supaya bisa beli, maka begitu sudah terbeli
langsung disayang-sayang. Setiap minggu dilap dan dibersihin. Padahal kaset
gitu lho, bukan mobil.
Dan
waktu ketemu sama idola, trus nunjukin koleksi kita, bangganya minta ampun. Ini
real semua, ada cerita dan sejarah dibalik semua item karena harus melewati
perjuangan dulu untuk bisa memilikinya.
Sekarang?
Saya sering melihat para penggemar artis tertentu mengerubuti idolanya hanya
dengan modal foto yang di-print dari internet untuk ditanda tangani. Saya sudah
jarang melihat pengemar menenteng kaset atau CD, karena mungkin lebih memilih
membeli karya musik sang idola dalam bentuk digital
alias download dalam bentuk file yang hanya bisa dibaca komputer
atau gadget sehingga tidak ada wujud fisiknya. Lha, kalau dalam bentuk file,
masa iya si artis disuruh tanda tangan di atas disket atau flashdisk?
Saya
setuju zaman internet memang membuat segalanya lebih praktis dan instant,
tetapi saya yakin para karya para artis musik ini jauh lebih dihargai di zaman
ketika internet belum menjadi sebuah ketergantungan.
0 komentar:
Posting Komentar