Sudah fix ya berarti bahwa yang nanti akan
duel dalam Pemilu Presiden & Wakil Presiden nanti adalah Jokowi & Jusuf Kalla VS Prabowo & Hatta Rajasa? Baguslah. Itu artinya Pemilu hanya akan
dilakukan satu putaran saja yang otomatis akan memangkas biaya APBN.
Jadi nanti mau
pilih siapa? Jokowi & Jusuf Kalla (JJ) atau Prabowo & Hatta Rajasa
(Prahara)?
Jauh hari
sebelumnya, saat Jokowi masih digadang-gadang untuk menjadi calon presiden,
saya sudah nggak setuju. Saya maunya Jokowi konsentrasi dan fokus dulu sebagai
Gubernur Jakarta. Jakarta masih semrawut, masih banyak yang harus dibenahi.
Ngomong-ngomong
soal calon presiden dan kalau mau jujur, saya lebih setuju Ahok yang maju. Gilaaa, dia itu gokil, galak dan cerdas.
Dan secara penampilan, dia tentunya jauh lebih berwibawa. Ah Papi Ahok, kau
memang perkasa.
Awalnya saya
memang nggak setuju Jokowi nyapres. Dan saya juga yakin Jokowi nggak berminat
mengajukan diri jadi presiden, kelihatan kok dari gerak-geriknya. Tetapi
berhubung saya type orang yang nggak
memandang satu objek hanya dari satu sudut pandang saja, maka perlahan-lahan
pemikiran saya berubah. Berubah dalam arti berkembang ya, bukan plin-plan.
Saya percaya
banget Jokowi ini bukan type orang
yang berani macem-macem, dia itu orang jujur
dan woles. Eh, woles apa’an
ya? Mudah-mudahan penggunaannya tepat ya. Bukannya saya sok tau atau gimana,
bukan pula punya sixth sense. Tetapi
dari dulu saya selalu berhasil mengenal sisi pribadi seseorang hanya dari
melihat ekspresi dan gerak-geriknya. Makanya saya bisa tiba-tiba benci sama
seseorang meskipun dia nggak pernah berbuat sesuatu yang menyakiti atau
merugikan saya. Sebaliknya, saya juga bisa simpati sama seseorang yang bahkan
tidak kenal saya atau pernah melakukan sesuatu untuk saya.
Jakarta masih
butuh Jokowi. Sebagai warga Jakarta, saya sangat merasakan ada perubahan di
Jakarta. Ya, walaupun kecil dan belum sebanding dengan masalah yang numpuk di
Jakarta, tetapi setidaknya ada bukti konkritnya. Misalnya, relokasi kawasan
kumuh. Dulu kan gubernur sebelum Jokowi ini bisanya cuma main gusur aja. Miris
rasanya ngeliat warga miskin nangis-nangis sambil bertaruh nyawa membela dan
mempertahankan harta benda miliknya saat digusur dan diporak porandakan oleh
kendaraan milik Satpol PP.
Sekarang?
Semuanya berjalan damai. Ya, mungkin memang ada sedikit riak-riak kecil.
Biasalah, warga memang suka drama. Dikasih hati, minta lever. Eh, hati sama
lever sama ajan toh? Sempet ngeyel
sih sebenernya, tetapi setelah digalakin Ahok, baru deh keder. Gimana nggak
berjalan damai. Relokasinya bukan main gusur gitu aja, tetapi emang disediain
tempat tinggal berupa rumah susun dengan kondisi dan lingkungan yang jauh lebih
manusiawi.
Salah satunya
lagi adalah pembersihan waduk yang selama ini menjadi sumber banjir bandang di
Jakarta kalau airnya meluap akibat curah hujan yang berderai-derai. Selain jalan raya yang macet, masalah banjir
ini juga merupakan salah satu agenda Jokowi dan Ahok. Kini beberapa waduk yang
tersebar di Jakarta sudah bersih dari sampah dan tumbuhan eceng gondok. Debit
air menjadi normal dengan drainase yang
lancar. Kemaren sempat turun hujan seharian, nggak ada kabar banjir lagi kan?
Secara, dulu hujan gerimis aja bisa langsung bikin laut mini di beberapa
wilayah Jakarta.
Jangan lupakan
juga kawasan Tanah Abang yang dulu macet kampret dan padat nggak jelas
juntrunganya. Semakin parah karena tuh kawasan adalah salah satu daerah jajahan
para preman turun temurun. Setelah ditangani Jokowi dan Ahoh, kini Tanah Abang
sudah rapi dan beradab. Preman-preman minggat semua. Untuk hal yang satu ini,
saya acung jempol sama Jokowi dan Ahok. Senang rasanya melihat ada pemimpin
yang nggak takut sama preman. Ya iyalah, preman gitu lho. Nggak kerja, tetapi
maunya dapet duit. Enak bener hidup loe! Terbukti kan, kalo balas digalakin,
preman galak juga keder. Ah, Papa Ahok memang perkasa.
Nah lho,
berhubung agenda untuk melakukan perubahan di Jakarta sudah berjalan begini,
seharusnya Jokowi konsisten dong. Jangan main tinggal aja. Iya, begitulah
pemikiran sebagian besar orang. Mereka nggak tau bahwa untuk membuat perubahan
yang lebih besar dan signifikan, Gubernur dan Wakil Gubernur tidak bekerja
sendiri, tetapi juga bekerja sama, berinteraksi dan bersinergi dengan pejabat
pemerintah yang lain. Sebagai sosok yang benci korupsi dan segala bentuk
penyelewengan, tentu saja akses Jokowi dan Ahok akan selalu mendapat hambatan
dari oknum-oknum pejabat pemerintah lain di lembaga tertentu, dimana korupsi
dan penyelewengan sudah merupakan budaya, kebutuhan, panggilan jiwa dan gaya
hidup. Sudah merupakan hukum alam bahwa yang jahat akan selalu menghalangi niat
yang baik. Iya toh? Untuk itu, perlu ada sebuah akses langsung ke jenjang
jabatan yang lebih tinggi agar bisa meng-skip
birokrasi berbelit-belit dan penuh niat jahat dari para pejabat negara lainnya.
Salah satu jalannya adalah Jokowi atau Ahok harus punya akses langsung sebagai
sosok penting pembuat keputusan.
Saya percaya ini
bukan kebetulan, tetapi memang sudah jalannya. Jokowi membutuhkan posisi dan
power yang lebih kuat dan luas untuk melakukan perubahan. Dan itu bisa didapat
jika saja Jokowi atau Ahok yang menjadi
presiden. Kalau Ahok kan nggak mungkin, u
know-lah why...maka Jokowi-lah yang maju.
Seperti yang saya
bilang di atas, Jokowi sejak awal memang tidak tertarik menjadi presiden. Dan
dia memang jelas-jelas menolaknya waktu itu. Makanya saya heran ketika ada
orang yang bilang bahwa Jokowi haus jabatan. Please deh, nggak pernah nonton TV
ya? Atau nonton TV-nya baru kemaren sore aja setelah puas nonton infotainement
dan kontes putri-putrian? Jokowi tidak mengajukan diri menjadi presiden kayak
Prabowo atau yang lebih menggelikan: Rhoma Irama. Tetapi Jokowi
direkomendasikan oleh partai dan juga didukung oleh masyarakat. Jadi Jokowi
bukan datang ucuk-ucuk-jebret, lalu
bilang “Hai semua, saya mau jadi presiden
dong”. Jokowi akhirnya percaya diri menjadi calon presiden setelah mendapat
rekomendasi dan dukungan, jadi bukan ambisi pribadi.
Saya simple aja sih sebenernya. Jokowi itu
pribadi yang sederhana, jujur dan nggak neko-neko. Buat saya itu penting. Itu
adalah kepribadian yang tidak dimiliki oleh presiden sebelumnya, makanya mosi
negara ini hanya bolak-balik antara mundur dan jalan di tempat melulu. Karena
nggak sederhana, akibatnya pemborosan uang negara. Karena nggak jujur, akibatnya
korupsi meraja dimana-mana. Karena neko-neko, sehingga membuat banyak orang
sebal dan nggak respek.
Banyak black campaign ditujukan kepada Jokowi.
Mulai dari fitnah dan tuduhan bahwa Jokowi itu keturunan Chinese, bukan Islam dan hal-hal SARA lainnya. Biasalah bigots, senjatanya gak pernah jauh-jauh
dari isu SARA karena memang isu sensitif. Sudah kodratnya bahwa yang menjadi
korban black campaign adalah
sesuatu/seseorang yang dianggap ‘kuat’, sehingga kompetitor tidak bisa berbuat
apa-apa lagi untuk menunjukkan kwalitas dan kekuatannya selain fokus menjelek-jelekan lawannya saja.
Untungnya, black campaign itu hanya
mempan untuk orang-orang bodoh. Yang kalau melakukan atau mendapat sesuatu
nggak pake mikir. Pada satu sisi, jelas ini menguntungkan karena Jokowi tentu
tidak mau didukung oleh orang-orang bodoh yang nggak bisa mikir. Nanti malah
jadi backfire dan blunder. Seleksi alam akan
menentukan siapa-siapa yang layak mendukung Jokowi, dan siapa-siapa yang sebaiknya
mengambil posisi jadi anti Jokowi.
Orang bisa saja
bilang “terserah deh siapa Presidennya,
yang penting Indonesia aman”. Bukannya sejak dulu Indonesia relatif aman?
Siapapun presidennya, sekampret apapun keputusannya, kita mungkin akan survive. Tetapi bagaimana dengan
masyarakat kecil di bawah sana? Setiap keputusan yang salah akan langsung
mempengaruhi hidup mereka. Seperti kenaikan BBM, kenaikan tarif listrik,
fasilitas pendidikan yang tidak memadai, kebijakan yang tidak memperhatikan
nasib petani, pedagang kecil, peternak, buruh dan lain-lain akan langsung
mempenagurhi kehidupan mereka. Buat saya pribadi, sangat penting sosok presiden
yang punya kepedulian kepada masyarakat kecil dan ekonomi lemah. Saya lebih
memilih presiden yang nantinya lebih memperhatikan mereka daripada saya.
Seperti yang saya bilang tadi, apapun yang akan terjadi, saya akan survive. Tetapi mereka tidak. Saya nggak
butuh diperhatikan, tetapi mereka butuh. Jokowi terbukti dicintai masyarakat
kecil karena dia peduli.
Tetapi pada akhirnya
saya hanya akan kembali berpikir secara sederhana. Saya lebih percaya kepada
orang yang track record-nya bersih
daripada orang yang pernah terlibat kasus pelanggaran HAM. Masih ingat kan
kasus penculikan aktivis zaman Orde Baru yang sampai sekarang tidak jelas
rimbanya. Saya terbayang seandainya yang diculik itu adalah abang atau adik
saya, bagaimana perasaan saya. Atau
bagaimana dulu seorang anak Menteri bebas dari hukuman dan melenggang bebas
menonton konser girlband Korea setelah menabrak orang sampai mati. Saya tidak
bisa membayangkan seandainya yang menjadi korban adalah keluarga saya. Melihat
pelakunya menjadi pemimpin negara ini akan selalu mengingatkan saya pada kejadian buruk itu. Melihat ayah pelakunya
menjadi pemimpin negara ini akan sangat menyakiti hati saya. Ini bukan black campaign untuk Prabowo dan Hatta
Rajasa ya, tetapi ini realita. Catat!
Masa lalu memang
adalah masa lalu. Tetapi ketika ada pilihan antara memilih orang baik dengan orang dengan track record yang bersih versus orang dengan track record yang tidak terlalu inspiratif,
siapa yang akan anda pilih? Siapa yang lebih anda percaya untuk memimpin negara
ini?
0 komentar:
Posting Komentar