13/05/14

SIZE Matters!

Size doesn’t matter alis ukuran tidak penting. Saya yakin yang ngomong begini nggak pernah menjadi laki-laki atau mungkin nggak tau apa yang diomongin. Untuk hal lain, bisa jadi size memang nggak penting, tetapi untuk yang satu itu, tentu saja ukuran sangat maha penting. Tau kan saya lagi ngomongin apa? Ya, ukuran alat berkembang biak milik lelaki. Waduhhh, ‘berkembang biak’...jadi kayak ngomongin sapi. Apa ya kita menyebutnya biar enak di telinga dan di hati? Alat kelamin aja ya? Setuju? Setuju!

Waktu kecil, ini adalah salah satu ledekan maha dahsyat yang bisa membuat anak-anak cowok kesal setengah mati: diledek punya alat kelamin besar. Namanya juga anak-anak, belum ngerti. Apa-apa kalo dituduh besar, pasti marah. Hidung loe besar. Marah. Gigi loe besar. Marah. Burung loe besar. Marah. Coba kalo saat sudah besar badannya dibilang ‘burung loe besar!’, pasti langsung ‘amin, amin...ya Allah’.

Memasuki usia puber, pola pikir memang juga berubah, termasuk pemikiran mengenai alat kelamin ini. Semakin besar, ya semakin senang. Bukan cuma senang, tapi juga bangga. Petumbuhan paling pesat memang terjadi di saat usia belasan, masa-masa kami (ya, kami...termasuk juga saya dong) saat duduk di bangku SMP dan SMA. Kenapa saya bilang bangga? Karena dulu rata-rata teman-teman sekolah saya yang rada-rada ‘eksibisionis’ alias suka pamer adalah mereka yang memang punya ukuran di atas rata-rata. Tentu saja bukan eksibisionis yang sejenis kelainan itu. Eksibisionis teman-teman saya dulu masih tergolong ‘normal’, yaitu pipis sembarangan tanpa berusaha menyembunyikan ‘properti’-nya, sehingga kita mau tidak mau tidak tahan untuk melirik, sekedar pengen tau apakah punya dia lebih besar atau sebaliknya. Apalagi namanya juga cowok, ada budaya mandi bersama. Jadi biasanya ketahuan siapa yang besar, siapa yang sedang dan siapa yang kecil. Saling meledek sekilas, lalu move on. Tetapi kapan-kapan bakal dijadikan lelucon dan dibahas. Well, nggak benar-benar move on sih sebenarnya.

Beberapa ahli seksologi mengatakan bahwa ukuran tidak terlalu penting, karena yang paling penting adalah kwalitasnya. Kwalitas disini maksudnya adalah bahwa perempuan bisa menikmati hubungan seksual bukan melulu karena ukuran kelamin pria, tetapi karena hal-hal lain di luar ukuran kelamin. Misalnya foreplay, sentuhan before & after, G Spot dan kawan-kawannya. Tetapi dari pihak pria sendiri (menurut saya), ukuran itu tetap penting, karena ini satu-satunya simbol kelelakian pria. Sementara perempuan ada dua: primer dan sekunder (boops) Sama halnya dengan boobs untuk para perempuan. Tentu perempuan dengan boobs lebih besar tampak lebih menggoda daripada perempuan dengan ukuran boobs yang kecil.

Ukuran yang besar memang didamba, tetapi bukan berarti ukuran yang ekstrim besar. Sama seperti pada perempuan, ukuran boobs yang terlalu besar pasti akan merepotkan dan selalu jadi perbincangan. Dan itu pasti bikin nggak nyaman. Perempuan memang tidak kuasa untuk menyembunyikannya karena langsung kelihatan, secara etaknya di bagian ‘atasa. Kalau pria kan masih bisa disamarkan, apalagi letaknya juga agak ke ‘bawah’. Misalnya dengan cara memakai celana yang longgar. Saya belum pernah melihat pria yang memiliki ukuran yang besar memakai celana ketat dengan maksud dan tujuan untuk mengekspose ukuran kelaminnya. Kecuali penari Balet pria  atau atlet senam ya, itu juga dia bukan bertujuan untuk pamer toh?

Berbeda dengan alat kelamin primer perempuan yang secara anatomi letaknya di dalam tubuh, alat kelamin pria letakknya justru ‘di luar’ tubuh. Menjuntai gitu, jadi bisa dikalkulasi ukurannya pake meteran atau penggaris. Kalau alat kelamin perempuan kan enggak. Apanya yang mau diukur coba? Kedalamannya? Emangnya laut?

Meskipun bangga dengan ukuran kelamin yang besar, tetapi ada juga masa-masa pria tidak nyaman dengan keadaan itu. Salah satu teman saya waktu kuliah misalnya, dia di kenal diantara kami sebagai The King Size. Saking bangganya, kadang dia suka pamer-pamerin. Tetapi pada saat diajak ke kolam renang, dia bisa nervous setengah mampus. Namanya di kolam renang pasti rawan basah, lalu pasti njeplak (istilah untuk menggambarkan baju atau celana yang basah sehingga lengket ke kulit dan mengikuti tekstur otot anggota tubuh yang ditutupinya. Sebangga-bangganya dia sama ukurannya, tetap saja dia tidak merasa nyaman jika orang lain (yang notabene tidak dia kenal) tau ukurannya. Untuk urusan yang satu ini, tetap tidak ada pengecualian seperti halnya hal yang lain, dimana kita hanya merasa nyaman dengan orang yang sudah tau dan sudah kenal.

Saya pernah baca sebuah survey mengenai ukuran rata-rata alat kelamin pria di seluruh dunia. Misalnya untuk ukuran terbesar di seluruh dunia rekornya dipegang oleh mayoritas pria dengan kulit berwarna gelap seperti Afrika dan Hispanic. Lelaki-lelaki dengan ukuran mini ngumpul semua di kawasan Asia. Meski (dalam mitos maupun fakta) bukan termasuk yang tekenal dengan ukuran super, tetapi pria Indonesia termasuk pria dengan ukuran terbesar untuk wilayah Asia. Yes! Bangganya...

Mungkin ini disebabkan karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan ras. Yang saya tau, ras tertentu juga mempengaruhi ukuran. Di Indonesia hampir semua jenis ras dan warna kulit tersedia: putih, kuning, coklat dan hitam. Dan memang rata-rata teman-teman saya dulu yang memiliki ukuran extra large adalah yang berkulit gelap dan ehmmm...kebanyakan dari suku Batak. Papua? Sayangnya, saya belum pernah punya teman dari Papua. Jadi saya tidak bisa bikin testimoninya. Hallah, testimoni segala lagi. 

Yang berkulit putih juga mungkin ada yang besar, tetapi saya belum pernah lihat. Teman-teman saya yang berkulit putih rata-rata berukuran sedang atau kecil, masih lebih besaran saya. Saya sendiri tidak berkulit putih dan juga tidak berkulit terlalu gelap, jadi tebak sendiri saja ya ukuran saya kira-kira masuk yang mana. Hahahaha! Upsss... **buru-buru selotip mulut**

Ada mitos yang mengatakan bahwa yang badannya kecil, pasti besar. Atau yang badannya besar, belum tentu kelaminnya juga besar. Atau yang kurus biasanya besar. Namanya juga mitos, lebih sering ngarang daripada beberin fakta. Study dan survey membuktikan bahwa ukuran kelamin tidak ada hubungannya dengan penampilan fisik. Bisa saja orangnya besar, tetapi ternyata sebuah keris. Bisa saja orangnya kecil kurus, tetapi ternyata sebilah pedang. Jadi kalau mau tau besar atau kecil, ya lihat sendiri, jangan menebak-nebak dari ukuran jempol atau gusinya.

Satu lagi mitos yang agak menyesatkan adalah aksi atau ramuan tertentu untuk menambah ukuran kelamin, entah itu memperpanjang atau menggemukkan. Faktanya ukuran kelamin pria sudah berhenti tumbuh pada usia 18-19 tahun. Setelah lewat usia itu, walau ditarik-tarik pake pedati menggunakan tali rafia juga nggak bakalan nambah-nambah lagi ukurannya. Badan bisa dibikin tambah gede lewat olahraga atau obat-obat tertentu, karena bagian tubuh yang mau diperbesar kan berupa otot. Sementara alat kelamin bukan otot, tetapi jaringan-jaringan halus yang kalau terisi aliran darah akan menyebabkan efek tambah besar dalam keadaan tegang, yang biasa disebut dengan istilah ereksi.


But well...apa-pun ukurannya, semua wajib disyukuri. Besar atau kecil disyukuri saja, yang penting sehat dan bisa ereksi. Buat apa besar tetapi loyo? Buat apa panjang tetapi kudisan? Buat apa kekar tetapi kutuan. Nah lho! Besar memang membanggakan, tetapi kecil bukan berarti masalah. Kalau tidak bisa ereksi, itu baru bermasalah. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar