**Tulisan ini saya buat untuk mengenang kembali teman saya yang tekah berpulang setahun yang lalu
Because nothing last forever. We only have what we
remember" – WHAT WE REMEMBER / ANGGUN
Filemon Secundus Adeodatus (kami biasanya memanggilnya Mr. Fiel) adalah salah
satu teman baik saya waktu masih sama-sama mengajar di Sekolah Dian Harapan
(Daan Mogot, Jakarta).
Ruangan saya sebelahan dengan ruang kelasnya, jadi setiap
saat kita selalu ada interaksi, mulai dari sebatas hai-hai'an, berbagi makanan,
sampai saling nitip pasukan (baca: anak-anak yang sedang belajar di ruangan
kita).
Dia banyak membantu saya saat kewalahan menghadapi
siswa yang 'sulit', juga membenarkan bahasa Inggris saya yang sering lari
dari rumus & kenyataan.
Mengajak bercanda saat saya stress dengan urusan silabus
dan scope & sequence mingguan.
Dengan antusias bercerita ke saya tentang anak lelakinya:
'little' Fabian, yang sangat dia banggakan.
Tidak lelah 'merayu' saya agar ikut main sepakbola
sehabis ngajar meskipun selalu saya tolak dengan alasan bahwa saya gampang
panik.
Dulu dia bingung dengan alasan saya itu, tetapi dia gak
pernah nanya. Mungkin dia mikir bahwa saya tidak akan merasa nyaman
menjelaskannya.
See? He's a damn good friend.
Baiklah. Meskipun sudah terlambat, tetapi akan saya
ceritakan sekilas.
Dulu waktu kecil saya sesekali masih suka ikut main
sepakbola. Saat sedang 'menguasai' bola di lapangan dan tiba-tim tim lawan hendak
'mencuri' bola, saya akan panik dan spontan melakukan hal bodoh: bolanya
saya pegang dan bawa lari.
Dulu sih tindakan seperti itu terlihat lucu JIKA
pelakunya anak kecil. Lha, kalau orang dewasa, apa gak minta diminta
digebuk tuh?
Now you know the reason, Mr. Fiel...
Sama dia, saya paling gak bisa bilang 'tidak'. Jadi
pernah dia meminta saya untuk menyampaikan renungan untuk acara kebaktian
anak-anak kelas empat.
Wait, whaaaattt?
Saya? Menyampaikan renungan? Apa mungkin? Ke gereja aja jarang.
Tetapi ya tetap saja saya 'lets go kita kemon'.
Diberi kepercayaan, masa disia-siakan? Dan itu membuat saya sadar bahwa
ternyata saya gak iblis-iblis amat.
Dia hobby fotografi. Tetapi saya selalu lari ke hutan
saat mau dijadikan objek foto. Maklum, saya tidak merasa fotogenik, cuma
sedikit manis aja.
Satu-satunya foto saya hasil jepretan dia adalah waktu
minta tolong bikin pas photo. Dan saya suka sekali hasilnya sehingga sampai
sekarang saya jadikan sebagai official photo saya untuk ID, CV, resume,
dll.
Waktu tulisan pertama saya di muat di Kompas, justru dia
yang pertama ngasih tau dan kasih selamat.Dia bilang dia bangga sama saya.
OK, sepertinya saya sudah mulai akan menangis ini...
Saya masih ingat salah satu kalimat dia ke saya yang
sedikit banyak mengubah hidup saya:
"Mr. Harrys, you have this charisma to lead everyone
to do what you do. Whatever you do, others will eagerly follow. I believe, in
life you'll lead into good things".
Ughhhhh, serasa jadi James Bond.
Pagi itu tanggal 4 November 2017, saya mendapat kabar
bahwa dia sudah tiada. Padahal di mata saya hidupnya nyaris sempurna: usianya
masih muda, badan tinggi besar, memiliki keluarga kecil yang bahagia, karir
cemerlang. Tapi usia siapa yang bisa menduga?
Selamat bertemu dengan Tuhan, Mr. Fiel. Kenangan akan
sosokmu sebagai orang baik & inspiratif akan selalu ada & tetap hidup
sebagai salah satu sosok penting dalam hidup saya.
Terima kasih sudah pernah hadir dan memberi warna dalam
hidup saya.
Wah....baru saja menemukan tulisan ini secara tidak sengaja 😊 terima kasih, Mr. Harrys 🙏
BalasHapus