24/11/18

Karena RODA Kehidupan Masih Berputar

“Permisi, Pak. Saya mau nawarin buku, siapa tau bapak mau beli", ujar seorang perempuan kepada saya sambil mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya. 

Dia kelihatan lelah dan keringatan, mungkin karena berjalan kaki menjinjing sebuah tas berukuran besar sepanjang hari.

Begitu melihat wajah perempuan itu, ingatan saya tiba-tiba langsung flash back ke suatu kejadian beberapa tahun yang lalu saat saya masih bekerja di restoran.

"Coba kamu cicipi sendiri, enak gak makanan yang kamu kasih ke saya ini???", bentak seorang perempuan ke saya.

Perempuan itu adalah karyawan bank yang sedang bertemu costumers-nya di restoran tempat saya bekerja. Dia sudah sering datang ke sini dan selalu ada saja aksinya yang bikin kami karyawan restoran mendadak menyesal dilahirkan ke dunia.

Saya dibentak habis-habisan di depan costumers-nya, sekedar ingin menunjukkan dominasinya. Pakai acara nunjuk-nunjuk hidung segala lagi.
Lagian, makanannya gak enak kok jadi salah saya? Wong bukan saya yang masak, saya hanya mengantarkan saja.
Trus, disuruh nyicipin pula. Gila apa ya saya disuruh makan bekas dia. Nehi-lah yawwwww! Jelek-jelek begini, gengsi dan harga diri saya selangit. Tolong dicatat ya!

Satu lagi, dia dan para costumers-nya memesan menu yang sama, dimasak dengan kuali dan bumbu yang sama, tapi hanya dia sendiri yang komplain. Saya mencium aroma konspirasi Amerika dan Yahudi di sini.

"Kamu kalau kerja yang becus ya. Saya laporin kamu ke atasan kamu nanti. Sana pergi!", teriaknya lagi.
"Harus digitu'in supaya gak ngelunjak", masih saya dengar dia memberi tips & trick bagaimana cara menjadi sosok yang bitchy  ke teman-temannya.

Seandainya ini cerita silat, mungkin saya akan segera berbalik seraya mengibaskan rambut dengan gerak slow motion dan balas berteriak, "Tutup mulutmu, Lasmini perempuan laknat. Cabut pedangmu, kita selesaikan persoalan ini secara kesatria".

Tapi berhubung ini bukan cerita silat, saya hanya terus berjalan sambil menahan sakit. Beneran lho, sakitnya tuh di sini... **sambil nunjuk betis**
  
"Katanya bapak manajer di sini ya?". Pertanyaannya membuyarkan kilas balik ingatan saya dari masa lalu.
"Ah, bukan. Saya hanya membantu mengelola saja", jawab saya sambil tersipu-sipu.

"Ngomong-ngomong, mbak dulu pernah kerja di bank?". Saya tidak tahan untuk bertanya karena dapat salam dari Rhoma Irama: "Sumpah mati aku jadi penasaran".
"Iya, Pak. Tapi sudah keluar".

"Mbak namanya Mawar Melati Mewangi Sepanjang Hari Yang Suram?". Anggap saja namanya seperti itu, karena untuk kepentingan privacy harus disamarkan.
"Lho, kok bapak tau?". Dia terlihat surprised

Seandainya ini cerita silat, saya akan menjawab, "Kamu sudah lupa padaku, wahai kau perempuan Jahiliyah?. Akulah lelaki manis yang dulu kau perlakukan dengan sangat buruk"

Tapi berhubung ini bukan cerita silat, saya hanya tersenyum. Dan mungkin karena sudah lelah menawarkan buku kemana-mana, dia tampak tak punya energi tersisa untuk penasaran kenapa saya tau namanya.

Ini saat yang tepat untuk balas dendam. Huahahahaha, huahahahaha!!! Sekarang saatnya. Huahahahaha!

Tetapi kalimat pertama yang keluar dari bibir saya justru, "Buku yang ini berapa? Saya mau beli", sambil mengambil beberapa buku. 
Dia langsung sumringah, mungkin saya adalah pembeli pertama buku-bukunya setelah ngider kota sepanjang hari.


Ya, saat saya memiliki kesempatan yang baik untuk balas dendam, saya justru memilih untuk memaafkannya saja tanpa harus dia sadari. Dan saya juga menghalau niat untuk mengungkit kembali masa lalu karena saya tau itu hanya akan membuatnya tidak nyaman. Ya, saya memang orangnya gitu. Makanya banyak yang diam-diam jatuh cinta sama saya tapi tak berani mengungkapkannya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar