Kawasan
bandara Silangit dengan kabupaten Toba dipisahkan oleh sebuah kawasan bernama The Doors. Keren ya namanya, mirip nama
salah satu band favorit saya waktu TK.
Nama sebenarnya 'Si Pittu-pittu'.
Pittu (ejaannya: 'pintu', tapi pengucapan a
la lidah Batak: 'pittu') adalah bahasa Batak dari pintu. Jadi benar dong
kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Doors.
Sesuai namanya, jalur ini memang
seperti semacam 'pintu' dari Tapanuli Utara untuk masuk ke Toba, and vice versa.
Nama versi Inggris-nya memang
keren, tapi kawasan ini sama sekali gak keren. Sebenernya sih bisa keren, tapi
karena apa kali sehingga tidak diapakan dengan apa sehingga menjadi apa gitulah
yang entah apa-apa.
Bingung dengan kalimat terakhir
barusan? Berarti anda bukan orang Medan dan sekitarnya. Your loss!
Jadi Si Pittu-pittu ini wujudnya
adalah sebuah jalan lintas di lereng bukit. Jalan lintas yang cuma muat dua
jalur kendaraan: kanan & kiri. Kalau maksa lebih dari dua jalur, maka
resiko pilihannya adalah: nabrak bukit, atau nyungsep ke jurang. Silahkan
pilih sesuai selera.
Padahal seperti yang saya
singgung di atas, kawasan ini adalah jalan lintas paling express yang
menghubungkan bandara Silangit dengan (yang katanya) Monaco of Asia, tetapi justru kawasan ini yang dari zaman Herodes
sampai zaman K-Pop seolah terabaikan
dan terbengkalai.
Tidak dianggap penting, seperti
masa pacaran dulu: statusnya pacar, tapi gak dianggap penting karena si dia
lebih mementingkan teman-temannya. Maaf, jadi sekalian curhat
Sudah beberapa kali kejadian mobil atau motor terjun bebas ke jurang atau nubruk bukit di sisi jalan raya karena tidak adanya pembatas jalan raya. Toh sampai sekarang tetap tidak ada antisipasi untuk menghindari atau at least meminimalisir kecelakaan yang sama terjadi kembali.
Well,
mungkin di sini keselamatan manusia tidak terlalu dianggap berharga.
Sedih ya?! Iya!
Setiap
minggu saya pasti melewati kawasan ini dari Balige menuju Tarutung. Setiap
minggu juga saya selalu deg-degan setiap melewati jalan ini.
Selain
konon katanya di sini banyak hantu, jin, dedemit, mahluk bunian dan yang
sebangsa(t)nya, di sepanjang jalan ini juga ada beberapa titik di jalan raya
yang rawan longsor ke jurang.
Sebagian jalan raya bahkan sudah
'termakan' proses longsoran yang semakin hari semakin 'memakan' badan jalan.
Dan longsoran ini hanya ditandai dengan pita kuning garis hitam seperti TKP
kriminal.
Ya, iya sih kayak 'criminal scene'. Ini sudah sama kayak
pembunuhan berencana. Udah tau bahaya dan beresiko menghilangkan nyawa manusia,
tapi tetap dibiarkan.
Saya pernah naik motor dari Balige ke Tarutung, dan melewati kawasan ini pas sudah gelap gulita. Tiba-tiba mesin motor saya 'meninggal', dan kebetulan tidak ada kendaraan lain dari arah depan dan belakang. Astaga, suasana sekeliling gelap sekali seperti masa depan. Tidak ada lampu atau penerangan sama sekali. Sumber cahaya di sini hanya berasal dari kendaraan yang lalu lalang.
Kalau tidak ada kendaraan yg
lewat, ya mendadak buta dan harus meraba-raba. Seperti lagunya Anggun C. Sasmi:
"Ughhh...raba-raba. Memang kecil
dia, tapi dia pandai mencari mangsa".
Mungkin
menunggu jalan penghubung ini terputus dulu akibat jalan raya yang runtuh ke
jurang sehingga akses benar-benar terputus, baru pejabat yang berwenang
pura-pura kaget dan prihatin karena dijewer Pak Jokowi, lalu lanjut menyulam
taplak meja dan kembali tak peduli.
Saya
juga heran kenapa kawasan ini bisa terabaikan. Padahal ini jalan lintas lho,
bukan jalan alternatif. Presiden Jokowi yang sudah beberapa kali hilir mudik ke
Toba pasti lewat jalan ini saat menuju ke bandara.
Dan FYI, di sini sering sekali
terjadi jalan yang masih bagus dipoles tiap hari, tapi jalan yang benar-benar
rusak malah tak disentuh sama sekali.
Airport dibenahi, Danau Toba
didandani. Katanya...
Tetapi jalan dari airport menuju
Danau Toba kok seperti jalan menuju bukit Golgota ya?
Ayolah,
Pak Luhut Panjaitan. Sekali-kali blusukan atau investigasilah, Bro.
Jangan cuma sekedar kasih proyek ke mereka, lalu nunggu terima beres. Tapi
kondisi di lapangan gak jelas. Sayang
duitnya, mending kasih ke saya. Kasihan, saya sudah lima tahun gak makan ayam
KFC.
Saya pun berpikir, mungkin
pejabat yang seharusnya bertugas dan punya wewenang untuk mengurusi ini
sepanjang hidupnya tidak pernah melalui jalan ini sehingga tidak tau dan tidak
peduli.
Mungkin mereka ini kemana-mana
tidak naik kendaraan, tetapi naik sapu terbang sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Tapi
apa iya para pejabat instansi terkait isinya nenek sihir semua? Kalau iya, ya sudahlah kalau begitu, memang gak bisa diharapkan.
0 komentar:
Posting Komentar