10/04/21

THE DOORS - Bukan Band, Tetapi Jalan

 

Kawasan bandara Silangit dengan kabupaten Toba dipisahkan oleh sebuah kawasan bernama The Doors. Keren ya namanya, mirip nama salah satu band favorit saya waktu TK.

Nama sebenarnya 'Si Pittu-pittu'. Pittu (ejaannya: 'pintu', tapi pengucapan a la lidah Batak: 'pittu') adalah bahasa Batak dari pintu. Jadi benar dong kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Doors.

Sesuai namanya, jalur ini memang seperti semacam 'pintu' dari Tapanuli Utara untuk masuk ke Toba, and vice versa.

Nama versi Inggris-nya memang keren, tapi kawasan ini sama sekali gak keren. Sebenernya sih bisa keren, tapi karena apa kali sehingga tidak diapakan dengan apa sehingga menjadi apa gitulah yang entah apa-apa.

Bingung dengan kalimat terakhir barusan? Berarti anda bukan orang Medan dan sekitarnya. Your loss!

Jadi Si Pittu-pittu ini wujudnya adalah sebuah jalan lintas di lereng bukit. Jalan lintas yang cuma muat dua jalur kendaraan: kanan & kiri. Kalau maksa lebih dari dua jalur, maka resiko  pilihannya adalah: nabrak bukit, atau nyungsep ke jurang. Silahkan pilih sesuai selera.

Padahal seperti yang saya singgung di atas, kawasan ini adalah jalan lintas paling express yang menghubungkan bandara Silangit dengan (yang katanya) Monaco of Asia, tetapi justru kawasan ini yang dari zaman Herodes sampai zaman K-Pop seolah terabaikan dan terbengkalai.

Tidak dianggap penting, seperti masa pacaran dulu: statusnya pacar, tapi gak dianggap penting karena si dia lebih mementingkan teman-temannya. Maaf, jadi sekalian curhat

Sudah beberapa kali kejadian mobil atau motor terjun bebas ke jurang atau nubruk bukit di sisi jalan raya karena tidak adanya pembatas jalan raya. Toh sampai  sekarang tetap tidak ada antisipasi untuk menghindari atau at least meminimalisir kecelakaan yang sama terjadi kembali.

Well, mungkin di sini keselamatan manusia tidak terlalu dianggap berharga.
Sedih ya?! Iya!

Setiap minggu saya pasti melewati kawasan ini dari Balige menuju Tarutung. Setiap minggu juga saya selalu deg-degan setiap melewati jalan ini.

Selain konon katanya di sini banyak hantu, jin, dedemit, mahluk bunian dan yang sebangsa(t)nya, di sepanjang jalan ini juga ada beberapa titik di jalan raya yang rawan longsor ke jurang.

Sebagian jalan raya bahkan sudah 'termakan' proses longsoran yang semakin hari semakin 'memakan' badan jalan. Dan longsoran ini hanya ditandai dengan pita kuning garis hitam seperti TKP kriminal.

Ya, iya sih kayak 'criminal scene'. Ini sudah sama kayak pembunuhan berencana. Udah tau bahaya dan beresiko menghilangkan nyawa manusia, tapi tetap dibiarkan.

Saya pernah naik motor dari Balige ke Tarutung, dan melewati kawasan ini pas sudah gelap gulita. Tiba-tiba mesin motor saya 'meninggal', dan kebetulan tidak ada kendaraan lain dari arah depan dan belakang. Astaga, suasana sekeliling gelap sekali seperti masa depan. Tidak ada lampu atau penerangan sama sekali. Sumber cahaya di sini hanya berasal dari kendaraan yang lalu lalang.

Kalau tidak ada kendaraan yg lewat, ya mendadak buta dan harus meraba-raba. Seperti lagunya Anggun C. Sasmi: "Ughhh...raba-raba. Memang kecil dia, tapi dia pandai mencari mangsa".

Berdoalah supaya saat melintasi area ini malam hari, mesin kendaraan anda tidak mendadak mati seperti yang pernah saya alami.
Sudah gelap, harus mendorong motor yang berat, ada pula kelebat-kelebat bayangan hitam seliweran di atas kepala yang harus dikasih tau "Saya bisa Taekwondo lho, loe mau muka loe gue pindahin ke belakang?", baru mereka mau menghilang terbirit-birit. Dan entah sampai kapan kawasan ini akan sedikit mendapat perhatian dari pemerintah setempat.

Mungkin menunggu jalan penghubung ini terputus dulu akibat jalan raya yang runtuh ke jurang sehingga akses benar-benar terputus, baru pejabat yang berwenang pura-pura kaget dan prihatin karena dijewer Pak Jokowi, lalu lanjut menyulam taplak meja dan kembali tak peduli.

Saya juga heran kenapa kawasan ini bisa terabaikan. Padahal ini jalan lintas lho, bukan jalan alternatif. Presiden Jokowi yang sudah beberapa kali hilir mudik ke Toba pasti lewat jalan ini saat menuju ke bandara.

Dan FYI, di sini sering sekali terjadi jalan yang masih bagus dipoles tiap hari, tapi jalan yang benar-benar rusak malah tak disentuh sama sekali.

Airport dibenahi, Danau Toba didandani. Katanya...
Tetapi jalan dari airport menuju Danau Toba kok seperti jalan menuju bukit Golgota ya?

Ayolah, Pak Luhut Panjaitan. Sekali-kali blusukan atau investigasilah, Bro.
Jangan cuma sekedar kasih proyek ke mereka, lalu nunggu terima beres. Tapi kondisi di lapangan gak jelas. 
Sayang duitnya, mending kasih ke saya. Kasihan, saya sudah lima tahun gak makan ayam KFC.

Saya pun berpikir, mungkin pejabat yang seharusnya bertugas dan punya wewenang untuk mengurusi ini sepanjang hidupnya tidak pernah melalui jalan ini sehingga tidak tau dan tidak peduli.

Mungkin mereka ini kemana-mana tidak naik kendaraan, tetapi naik sapu terbang sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Tapi apa iya para pejabat instansi terkait isinya nenek sihir semua? Kalau iya, ya sudahlah kalau begitu, memang gak bisa diharapkan.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar